Ninanoor, Nov 02, 2020
Kota Depok sering disebut sebagai kandangnya PKS. Basis PKS sangat kuat di sana. Selama 15 tahun PKS bercokol di Depok, menguasai pemerintahan. Tidak heran kalau Depok juga sampai disebut sebagai ibu kotanya PKS. Berbagai analisa menyebut banhwa langgengnya kekuasaan PKS di Depok disebabkan oleh militansi para kadernya. Kaderisasi dilakukan sejak dini, baik di wilayah kampus maupun di forum pengajian. Sehingga juga tidak heran kalau politik identitas pun terasa kental di Depok.
Di lain pihak, keluhan warga Kota Depok juga kerap terdengar. Soal jalanan yang macet, kondisi jalan yang rusak, trotoar yang kurang layak, dan sebagainya Sumber. Keluhan ini dijawab oleh pemerintah Depok dengan kebijakan aneh, macam pemutaran lagu ciptaan Wali kota Depok di lampu merah hehehe…https://politikandalan.blogspot.com/2020/11/tanda-tanda-tenggelamnya-pks-di-depok.html
Nah, sebentar lagi Pilwakot Depok digelar. Ada 2 pasangan yang akan bertarung. Pasangan Pradi Supriatna - Afifah Alia yang diusung oleh Koalisi Depok Bangkit. Koalisi ini terdiri dari Gerindra, PDIP, Golkar, PSI, PKB dan PAN. Satu lagi pasangan Mohammad Idris - Imam Budi Hartono yang diusung oleh Koalisi Tertata, Adil, Sejahtera. Terdiri dari PKS, Demokrat dan PPP. Pertarungan ini akan jadi sangat menarik. Karena jika pasangan Pradi - Afifah menang, mereka akan mengakhiri hegemoni PKS di Depok dan pastinya, akan menampar PKS secara nasional. Seakan kalah di kandang sendiri. Dari berbagai hal yang terjadi, ada beberapa indikasi yang menunjang bakal kalahnya PKS di Depok.
Pertama, banyaknya warga yang golput di Pilkada 2015. Waktu itu Gerindra dan PKS masih mesra. Yang bertarung adalah pasangan Mohammad Idris - Pradi Supriatna yang diusung PKS, Gerindra, Demokrat dan PBB. Lawannya adalah pasangan Dimas Oky Nugroho - Babai Suhaimi, diusung PDIP, PAN, PKB dan Nasdem. Popularitas Dimas sempat menanjak, tapi melorot drastis mendekati hari pemilihan. Pasalnya politik identitas dimainkan dengan maraknya pemasangan spanduk berisi fitnah, bertuliskan “Haleluya… Puji Tuhan… Ayo Sukseskan Satu Kelurahan, Satu Gereja” dengan gambar pasangan Dimas - Babai. Hasilnya mereka kalah telak. Pilkada dimenangkan PKS dengan hampir 62% perolehan suara. Tapi di balik itu semua, ternyata angka golput sangat tinggi, mencapai 557.576. Sementara warga yang memberikan suaranya sebanyak 664.453. Hampir sama ya jumlahnya. Bahkan dalam sebuah survei dari Klinik Digital Vokasi Universitas Indonesia, penyanyi Iwan Fals menjadi tokoh yang paling diingkan warga Depok untuk jadi wali kotanya.
Kedua, pecah kongsinya PKS dan Gerindra. Pradi yang diusung Gerindra merupakan Wakil Wali kota Depok, sedangkan M. Idris adalah Wali kotanya. Dulu mereka bersatu di 2015, sekarang mereka saling bersaing di 2020. Pradi mengklaim bahwa dirinya tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan-kebijakan buat Kota Depok oleh Idris. Ini jadi “senjata” buat Pradi dalam pertarungannya melawan Idris di pilkada. Kemudian dalam hal logistik, dilansir kompas.com, menurut pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, dulu Gerindra lah yang berperan besar dalam membantu PKS menyediakan logistik di ajang Pilkada. Sekarang, lawan PKS yang merupakan kombinasi Gerindra dan PDIP punya kemampuan logistik raksasa dibanding PKS. Tinggal apakah mesin politik PKS masih kuat dan solid untuk bertahan dengan logistik yang terbatas.
Ketiga, PKS berhadapan dengan koalisi gemuk. Koalisi Depok Bangkit yang mengusung Pradi - Afifah, memiliki 33 kursi di DPRD Kota Depok. Mereka juga mendapat dukungan dari partai-partai di luar parlemen seperti Perindo, Nasdem, PBB, dan Hanura serta ormas-ormas seperti Forum Komunikasi Anak Betawi (FORKABI), Pemuda Pancasila (PP), dan Forum Betawi Rempug (FBR). Sementara koalisi partai pengusung Idris - Imam hanya memiliki 17 kursi di DPRD Depok. Di luar parlemen, hanya mendapat dukungan dari Partai Berkarya. Sanggup kah PKS melawan koalisi raksasa ini?
Keempat, friksi di internal PKS dengan adanya Partai Gelora. Yup, Partai Gelora Jawa Barat sudah secara resmi menyatakan dukungannya pada pasangan Pradi - Afifah. Partai Gelora yang sering juga disebut sebagai pecahan dari PKS mulai bergerak di depan publik. Salah satunya ya di Depok, mereka sudah menegaskan dukungannya terhadap lawan dari PKS.
Ketua Bidang Teritorial Partai Gelora Kota Depok, Bramastyo Bontas (Bram), yang juga merupakan mantan Humas DPD PKS Kota Depok, mengungkap perpecahan di antara para kader dan simpatisan PKS di sana. "Sudah dipastikan banyak kader dan simpatisan PKS yang tidak sepaham dengan keputusan DPD PKS Kota Depok (mencalonkan kembali Mohammad Idris). Mereka tetap berada digerbong PKS, namun diam-diam memilih Pradi-Afifah," kata Bram. Lantaran mereka menilai pembangunan Depok berjalan stagnan dan dipimpin oleh orang yang kurang inovasi.
Seru ya. Itulah kenapa Adi Prayitno menyebut pilkada Depok akan menjadi pertandingan akbar, karena sangat mencerminkan peta politik secara nasional. Masing-masing kubu sudah mengetahui dapur lawan. Tinggal bagaimana membuat strategi yang ampuh untuk memikat para pemilih. Kubu Gerindra-PDIP berpeluang untuk mengambil hati para pemilik suara golput. Mereka juga berpeluang menawarkan hal baru buat warga Depok yang sudah belasan tahun merasa tidak puas dengan kepemimpinan PKS. PKS alamat nyungsep nih. Kita tunggu hasilnya di Desember ya.
Selalu dari kura-kura!
No comments:
Post a Comment