Showing posts with label Rekayasa Kerusuhan. Show all posts
Showing posts with label Rekayasa Kerusuhan. Show all posts
Friday, August 30, 2019
Monday, May 27, 2019
Jurus Jitu Jokowi Gagalkan Taktik Prabowo 22 Mei
Jurus Jitu Jokowi Gagalkan Taktik Prabowo 22 Mei
Apa jurus Jokowi dalam menghadapi Prabowo? Jurus Kalajengking.
Jokowi lebih banyak diam. Dia menunggu. Dalam posisi diam dan menunggu, Jokowi punya posisi menguntungkan. Ia bisa memperhatikan gerak-gerik Prabowo yang ribut, grasa-grusu dan mudah dibaca.
Dalam keributannya Prabowo tak bisa membagi energinya untuk waspada, hati-hati atau mawas diri. Ia terus berisik. Dan saat Prabowo berisik itu, Jokowi bisa melangkah merayap. Dengan senyap Jokowi menjepit. Sengatan ekor kalajengking pun siap menancap.
Bagaimana jurus Jokowi ini berjalan? Saya mulai jam 5 sore 17 April 2019. Dua jam setelah batas KPU membolehkan lembaga survei merilis hasil quick countnya, pertempuran dimulai. Jokowi dengan santai, bersuara rendah, merespon hasil quick count.
Ia mengatakan bahwa dari semua lembaga yang merilis hasil quick countnya, Jokowi-Ma’aruf menang. Namun demikian, masih harus menunggu real count KPU. Pernyataan ini pas, tepat, tak berlebihan namun sangat berisi. Apa respon Prabowo? Langsung berisik.
Sekitar jam 5 sore 17 April, Prabowo langsung menyatakan bahwa ia telah memenangi pemilu dengan presentase 54 persen lewat polling internal. Rupanya ia termakan isu, bahwa Jokowi telah mengumumkan kemenangannya.
Lewat para pembisik di sekitarnya, Prabowo dengan gagah perkasa kembali melakukan konferensi pers dan mengklaim kemenangan 62 persen. Kali ini sujud syukur. Tak puas, esoknya Prabowo kembali mengklaim kemenangan 62 persen dan dibarengi sujud syukur. Ribut berbohong.
Mulailah kubu Prabowo berisik, grasa-grusu dan menghabiskan energi meyakinkan publik bahwa Prabowo telah menang dan kini telah menjadi Presiden. Saking ngebetnya Prabowo ingin menjadi Presiden, ia mengundang para purnawirawan TNI dan bangga dihormati dengan kalimat: “siap Presiden”.
Jurus kalajengking pun dikeluarkan. Jokowi mengumumkan dan mengijinkan para pendukungnya merayakan kemenangan Pilpres berdasarkan quick count. Prabowo kemudian dijepit dengan aksi penerimaan para elit TKN dengan hormat: “Siap Presiden”. Aksi presiden-presidenan merebak di seluruh negeri dan menjadi bahan olok-olokan masyarakat.
Prabowo terus berisik. Narasi yang dibangun menjadi Presiden diganti dengan narasi kecurangan. Jokowi diam dan memperhatikan narasi kecurangan itu. Jurus kalajengking kembali dikeluarkan. Jokowi bukannya menelepon langsung Prabowo dan meminta bertemu, Jokowi malah mengutus Luhut B. Panjaitan bertemu dengan Prabowo.
Mengapa Jokowi tidak menelepon langsung Prabowo? Jokowi paham dalam situasi berisik, Prabowo bisa dengan pongah menolak telepon Jokowi sekaligus menolak bertemu. Ini bisa membuat Jokowi malu. Itulah sebabnya Jokowi mengutus Luhut B. Panjaitan untuk menjajaki pertemuan dengan Prabowo.
Sebelum pertemuan itu, Jokowi dengan cerdik mengumumkannya kepada publik bahwa dia telah mengutus seorang utusan untuk bertemu dengan Prabowo. Jokowi mengirim buah simalakama kepada Prabowo. Diterima, sakit, ditolak juga sakit. Diterima, bisa berarti mengakui kekalahan. Ditolak berarti tidak menerima kekalahan.
Jika Prabowo menerima Luhut, maka mudahlah Jokowi menjajaki pertemuan dengan Prabowo. Jika Prabowo menolak, maka Jokowi tidak kehilangan muka. Toh, yang ditolak adalah utusan. Publik paham bahwa ada itikad baik dari Jokowi telah ada untuk bertemu dengan Prabowo. Ini kredit point kepada Jokowi. Dan seperti yang diketahui publik, utusan Jokowi itu ditolak mentah-mentah oleh Prabowo. Prabowo kena dan meneruskan aksi berisiknya.
Jurus kalajengking kembali diperlihatkan oleh Jokowi untuk menjepit Probowo yang terus berisik. Agus Harimurti Yudhoyono dan Zulkifi Hasan diundang ke istana. Hasilnya, Prabowo menggelepar dan membatalkan rencananya menjenguk iseri SBY di Singapura. Dukungan Demokrat hilang, PAN menyingkir, PKS loyo. Ferdinand Hutahean dan Andi Arif dengan cekatan menusuk Prabowo dari samping.
Prabowo pantang mundur dan terus berisik. Tema kecurangan dan people power digaungkan. Orang-orang di sekitar Prabowo terus memanaskan situasi. Amin Rais, Eggi Sudjana, Kivlan, Lius Sungkharisma dan permadi adalah orang-orang yang menggaungkan tema people power.
Kembali jurus kalejengking dimainkan. Wiranto membentuk tim ahli hukum untuk menilai ucapan-ucapan para tokoh apakah terkait dengan pelanggaran hukum atau tidak. Elit-elit di sekitar Prabowo pun dijepit dengan undang-undang makar.
Egi Sudjana tersangka makar dan ditahan. Lius Sungkharisma juga ditahan. Permadi, Kivlan dan Amin Rais diperiksa. Sebelum diperiksa para tokoh ini berteriak lancang. Namun setelah diperiksa, mereka menjadi linglung dan segera bertobat. Mereka kena jepitan kalajengking.
Prabowo tidak menyerah. Dengan didukung oleh elit partai Gerindra, kelompok ormas garis keras di sekitarnya dan sekelompok para mantan jenderal, mereka meracik skenario kerusuhan. Prinsipnya jelas. Gagalkan Jokowi dilantik bulan Oktober 2019. Caranya hanya satu: Buat Indonesia bubar oleh kerusuhan.
Rapat final skenario kerusuhan dibuat di atas pesawat dalam perjalanan pergi pulang ke Brunei 16 Mei 2019 untuk menghindari penyadapan aparat. Lewat pintu Brunei dana biaya kerusuhan diserah-terimakan dari penyandang dana. Taktik kerusuhan sudah dibuat dengan sangat matang, rapi dan tak mudah dibaca, termasuk membakar kantor kedutaan. Skenario memancing kerusuhan dan demo besar. Penciptaan martir pun masuk dalam rencana.
Jokowi yang diam namun dengan mata tajam memperhatikan gerak-gerik Prabowo. Lewat analisis para jenderal di belakangnya, Jokowi dengan cepat menemukan kontra-skenario. Kapolri Tito memerintahkan aparat kepolisian dan TNI yang menjaga demo untuk tidak membawa senjata berikut peluru tajamnya. Dengan demikian jika ada korban penembakan, maka itu jelas bukan dari aparat. Sementara itu, untuk menekan hoax, facebook, whatsapp dan instagram dibatasi oleh Kemeninfo.
Lalu bagaimana jalannya demo dan kerusuhan pada tanggal 21-22 Mei 2019? Awalnya aparat sedikit terkecoh. Sesuai dengan skenario, para pendemo seolah-olah menuruti himbauan aparat untuk membubarkan diri pada malam 21 Mei. Namun tanpa disangka-sangka, pada dini hari hari 22 Mei, ratusan perusuh yang telah dibayar bereaksi dengan cepat. Mereka mengacak-acak dan membakar lingkungan di sekitar asrama Brimob.
Awalnya aparat sempat kewalahan. Namun dengan cepat aparat mengkonsolidasi kekuatan dan berbalik mendesak mundur para perusuh. Skenario rusuh berjalan sebagian. Para dalang kerusuhan berhasil menciptakan martir. Ada 8 orang yang tewas dan ratusan luka-luka termasuk dari aparat. Namun dengan hebat, aparat mampu bertahan dari gempuran serangan batu, bom molotof, dan provokasi para pendemo dan perusuh.
Skenario rusuh tidak berjalan dengan hasil yang gilang-gemilang. Jakarta tidak terpancing api membara. Seluruh negeri mengecam aksi para perusuh. Sepuluh ribu TNI yang sudah disiagakan jika terjadi anarkis, cukup memukul psikologis para dalang untuk meneruskan aksinya. Pembatasan sosial media, cukup mengunci sebaran hoax. Lalu keberhasilan aparat menangkap 300 ratusan para perusuh dan dijadikan tersangka, membuat skenario kerusuhan lebih masif gagal total. Prabowo kemudian terjepit.
Dalam situasi terjepit, sore tanggal 22 Mei 2019, Prabowo pun mendatangi para pendukungnya. Ia menghimbau untuk mundur. Taktiknya amburadul. Ia kalah strategi. Dan seperti biasanya, orang yang kalah strategi, Prabowo kemudian digiring menaati aturan yang berlaku. Ia harus menggugat kekalahannya di Mahkamah Konstitusi. Dan di sini, tuduhan fitnah kecurangan yang dibangunnya dikuliti, dicincang dan dikuak ke permukaan.
Jelas posisi Prabowo saat ini sedang dalam jepitan kalangjengking. Lehernya sedang dijepit. Ia telah gagal berdemo dan kini dipaksa ke MK. Sengatan ekor kalajengking pun sedang berancang-ancang menyuntikan bisa yang bisa membuatnya terkapar. Ini bisa dilihat dari surat penyidikan dari polisi kepada Prabowo sebagai terduga makar. Suratnya ini sempat beredar namun kemudian ditarik kembali oleh pihak kepolisian.
Kini Prabowo sangat berpotensi menjadi tersangka makar. Jika kemudian ia benar-benar menjadi tersangka makar, maka itu berarti ekor kalajengking telah benar-benar menancap. Dan itulah adalah jurus kalejngking. Begitulah kura-kura.
Salam Seword,
https://seword.com/politik/jurus-jitu-jokowi-gagalkan-taktik-prabowo-22-mei-IeZ99WU7br
Wednesday, May 22, 2019
KERUSUHAN DI JAKARTA ADALAH BUAH REKAYASA TERENCANA. PARA PESERTA AKSI CUMA KACUNG YANG DIBAYAR MURAH.
KERUSUHAN DI JAKARTA ADALAH BUAH REKAYASA TERENCANA.
PARA PESERTA AKSI CUMA KACUNG YANG DIBAYAR MURAH.
Kerusuhan 21-22 Mei yang kabarnya sudah menewaskan 6 orang ini bukan gerakan masyarakat. Yang berperang di lapangan menolak hasil rekapitulasi KPU adalah para kacung yang dibayar murah atau dimanfaatkan ketololannya menyangka mereka berjuang di jalan Allah. Yang menjadi otak di belakang kerusuhan ini masih hidup tenang. Dia mungkin tertawa-tawa. Paling tidak untuk sementara.
Skenarionya sudah jelas terbaca. Coba lihat kronologinya:
1. Begitu Prabowo tahu kalah, langsung dia melontarkan cerita bahwa dia sebenarnya menang.
2. Kebohongan ini terus diulang-ulang, walau dengan angka yang berbeda-beda.
3. Hasil Quick Count difitnah sebagai produk lembaga riset yang dibayar Jokowi untuk menyebarkan kebohongan. Tuduhan ini juga terus diulang-ulang.
4. Di berbagai tempat, tiba-tiba saja bermunculan spanduk dan baliho yang menyatakan Prabowo menang.
5. Kubu Prabowo terus menerus menyebarkan fitnah bahwa KPU curang. Mereka membangun keyakinan bahwa ada kecurangan yang massif, terstuktur dan terencana. Mereka bahkan menyebarkan seruan agar dunia internasional turun tangan (walau mereka tahu dan berharap tidak ada delegasi pemantau internasional datang). Ini semua dilontarkan semua juru bicara dan tim kampanye Prabowo melalui semua media yang ada.
6. Meninggalnya ratusan anggota KPPS dibelokkan menjadi seolah-olah upaya terencana rezim untuk membunuhi para anggota KKPS dengan menggunakan racun agar skenario kecurangan massif bisa berjalan lancar.
7. Prabowo mengatakan tidak akan menggugat hasil rekapitulasi KPU ke Mahkamah Konstitusi, karena tidak ada gunanya. (Walau di hari terakhir, Prabowo menyatakan berubah pendapat). Prabowo bahkan menyatakan akan mengeluarkan surat wasiat, yang sampai saat ini tidak jelas kabar beritanya
8. Puncaknya adalah harus ada kerusuhan saat KPU mengumumkan hasil final pada 22 Mei.
9. Sial bagi mereka, para pembuat bom yang sedianya akan meledakkan bom pas tanggal 22 mei, tertangkap duluan. Bayangkan kalau pada saat demo di depan Bawaslu dan KPU, sejumlah bom meledak.
10. Sial bagi mereka juga, KPU secara cerdik mengumumkan hasil akhir pilpres pada 21 Mei dini hari. Itu mengacaukan rencana pergerakan massa yang semula disiapkan.
11. Sial bagi mereka juga,sejumlah tokoh provokator mereka sudah diamankan terlebih dulu, misalnya Eggy Sujana dan Kivlan Zein. Dua nama lainnya kabur keluar negeri: Haikal Hassan dan Bachtiar nasir.
12. Tapi the show must go on. Demo 21-22 Mei adalah bentuk yang lebih sederhana dari yang semula disiapkan. Tapi toh cukup kuat untuk menggetarkan. Mereka memang sengaja merancang kerusuhan. Para demonstran tidak mau bubar saat Magrib. Karena itu, seperti yang sudah mereka harapkan,
akhirnya terjadi bentrok.
13. Di malam hari itupun semua semula berjalan damai, sampai kemudian datang gerombolan baru yang dengan sengaja menginjak-injak kawat berduri di depan Bawaslu. Mereka juga melempari polisi dengan petasan. Bahkan belakangan pengunjuk rasa melemparkan bom Molotov. Polisi t terpaksa bertindak. Dalam kekacauan yang terjadi di sejumlah titik, tersiar kabar ada yang kena tembak dan tewas. Hampir pasti itu sudah disiapkan seperti penembakan mahasiswa Trisakti terjadi pada 1998. Hampir pasti bukan polisi yang menembak sampai tewas. Tapi itu sudah cukup membangun kemarahan.
14. Lantas muncullah Amien Rais dengan narasi favoritnya: polisi menembaki dan membunuhi umat Islam. Ini diviralkan melalui berbagai media sosial. Ini diharapkan membangkitkan kemarahan umat Islam.
15. Beredar kabar burung bahwa polisi mengejar dan menembaki demonstran sampai ke dalam masjid.
16. Lantas datang pula Anies Baswedan yang langsung sesudah pulang dari Jepang, menjenguk korban tertembak.
17. Bahkan juga dibangun fitnah bahwa yang menembaki demonstran adalah polisi-polisi bermata sipit yang diimpor dari Cina.
Tidak ada yang baru dengan gaya propaganda busuk semacam ini. Mereka akan terus berusaha memanaskan suasana. Mereka berharap kekacauan terjadi. Umat Islam bergerak. Dihambat polisi. Korban berjatuhan. Perang saudara.
Tapi jangan lupa, ini semua adalah peristiwa terencana. Jadi kalau mau menghentikannya, tangkaplah biangnya. Aparat hukum punya alasan cukup untuk melakukannya.
Percayalah, begitu biangnya dicyduk. Gerakan ini akan kocar kacir karena memang pada dasarnya mereka bukan gerakan yang terbangun karena hati nurani. Mereka cuma pion.
Anda tentu sudah bisa menduga siapa yang berada di belakang ini semua.