HATI-HATI, RESIDU POMPEO ITU PEMBENTUKAN PROKSI DI INDONESIA
(Versi WhatsApp)
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Wongsodidjojo Ramelan. Pengamat intelijen, www.ramalanintelijen.net
Mencermati geliat situasi dan kondisi stabilitas keamanan, dimana beberapa waktu terakhir, TNI mulai berbicara dan bersikap tentang kesatuan dan persatuan, jelas masalahnya serius menyangkut kesatuan dan persatuan bangsa. Sumber masalah muncul sejak kedatangan Muhammad Rizieq Shihab (HRS) yang lebih dikenal sebagai Habib Rizieq, Imam Besar FPI, disambut dan dielu-elukan pendukungnya, membuat Bandara Soekarno-Hatta macet beroperasi, dan kawasan Petamburan dipenuhi pengikut serta simpatisan saat peringatan Maulid Nabi dan acara mantu HRS.
Pamor HRS semakin naik karena ada tokoh-tokoh politik dan Ulama diantaranya Ketum PKS, Waketum Gerindra Fadli Zon, Amin Rais, Titiek Prabowo hadir saat acara mantu. Entah karena over confident atau sudah terskenario, Sang Habib saat berorasi menyentuh beberapa pihak dan institusi negara. Tagline revolusi akhlaq yang diusung mulai digeserkan kearah jihad dan kata bersayap perang. Motivator dengan ukuran urat takutnya putus jelas dinilai semakin berbahaya. Aturan tentang protokol kesehatan tidak diindahkan para pendukung serta simpatisannya.
Menurut Sherman Kent's Strategic Intelligence pada situs CIA, intelijen mengutamakan basic intelligence atau dasar intelijen yang terdiri dari "the basic descriptive element, current reporting dan estimates of the speculative evaluative element". Penulis menyertakan perkiraan unsur evaluatif spekulatif atau bahasa sederhananya sebuah ramalan dengan menggunakan dasar intelijen yaitu menganalisis fakta dan data elemen dasar masa lalu dikaitkan dengan kejadian masa kini. Nah, dalam
current reporting, penulis mencoba menganalisis dengan contoh kasus Arab Spring dan pembentukan ISIS oleh intelijen tiga negara sekitar tahun 2013.
Dari persepsi intelijen, bila muncul indikasi ATHG di level nasional, maka analisis intelijen strategis juga harus membaca sikon regional dan internasional, di era globalisasi dan digital, semua saling terkait sesuai kepentingan masing-masing pihak. Ancaman disintegrasi serta political pressure bisa diciptakan oleh kekuatan intelijen sebuah negara demi kepentingan dan keamanan nasionalnya, umumnya dilakukan dengan kekuatan proxy (proksi). Kasus regional yang sudah umum diketahui adalah konflik AS versus China (RRT) dan menjurus ke arah perang dingin. Mari kita bahas bersama.
( teruskan baca sambungan narasi di bawah ini...penting...👇 )
Perang Dingin AS versus China dan Proxy War
Secarta konseptual, perang dingin tidak berarti konflik bersenjata. Ini termasuk agitasi dan propaganda publik yang menggunakan teknik pemerintah untuk menyebarkan ideologi tertentu dan / atau secara kritis mengeritik ideologi musuh. Dalam perang dingin antar negara, para pihak akan menarik negara lain menjadi sekutunya. AS mempunyai sekutu yaitu Korea Selatan, Jepang, Australia, India dan sangat menginginkan Malaysia serta Indonesia sebagai mitra. Beberapa negara dijadikan proksi AS untuk melawan China. Amerika merasa belum ada jawaban tegas sikap Indonesia, yang dinilainya masih besar kaitannya dengan China.
Pompeo menggambarkan Partai Komunis Tiongkok (CPC) yang berkuasa sebagai "aktor jahat." Dia mengatakan tindakan Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa berarti ada "ancaman terhadap India, ancaman terhadap Vietnam, ancaman terhadap Malaysia, Indonesia, dan tantangan Laut Cina Selatan."
Amerika dalam kondisi tertentu akan memainkan kartu proxy war, yang merupakan sebuah konfrontasi antar dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan pemikiran mengurangi risiko konflik langsung yang berisiko timbulnya kehancuran fatal. Secara teori, dalam proxy war, tidak bisa terlihat siapa lawan dan siapa kawan. Pembentukan dilakukan melalui serangkaian operasi intelijen clandestine.
Dari sejarah proxy war, ISIS adalah organisasi proxy badan intelijen dari tiga negara Amerika, Israel dan Inggris. ISIS dibentuk di Syria dan Irak, untuk mengacau dan menekan pemerintahan Basyar al Assad (Syria) agar tidak menjadi ancaman terhadap Israel. Secara teori salah satu cara menghilangkan ancaman adalah dengan cara menciptakan masalah di garis belakang lawan.
Basic Descriptive Intelligence ISIS terkait Mossad, CIA dan MI6
Edward Snowden, mantan pegawai badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA), yang juga mantan agen CIA, pembocor rahasia intelijen AS yang bermukim di Rusia mengungkapkan bahwa bahwa Islamic State of Irak and Syria (ISIS) bukan murni organisasi militan Islam. Organisasi ini merupakan bentukan kerjasama dari badan intelijen Israel (Mossad), Inggris (MI6) dan Amerika (CIA).
Snowden mengatakan ketiga badan intelijen itu secara khusus menciptakan sebuah organisasi teroris yang mampu menarik semua ekstremis dunia untuk bergabung di suatu tempat, dengan menggunakan strategi yang disebut "the hornet's nest" atau sarang lebah. Menurut Snowden, dokumen NSA itu terlihat mengimplementasikan strategi sarang lebah untuk melindungi entitas Zionis dengan menciptakan slogan-slogan keagamaan dan Islam.
Mossad menjadi pengendali utama dalam strategi pembentukan ISIS. Mossad sangat lekat dengan strategi False Flag (FF) untuk menjatuhkan lawan-lawan perangnya. Strategi FF adalah salah satu operasi intelijen yang mengambing hitamkan dan menyalahkan kelompok atau bangsa lain untuk menutupi tindakannya baik operasi intelijen serta kegiatan lainnya.
Aksi brutalisme dalam bentuk teror juga dilakukan oleh ISIS, dimana sangat patut dicurigai bahwa Abu Bakr al-Baghdadi, pimpinan ISIS sejak awal dikatakan sebagai agen Mossad yang dilatih di Yordania. Untuk menaikkan derajatnya, Baghdadi yang berasal dari Samarra selalu diberitakan sebagai keturunan Nabi Muhammad. ISIS bukanlah aliran agama yang berisi ajaran teologi dan ritual keagamaan. ISIS atau faham Islamic State Baghdadi adalah gerakan politik, termasuk dalam kategori gerakan transnasional politik agama. Itulah sebabnya organisasi ini yang dinilai sangat kaya, dikelola bak sebuah negara dengan pola intelijen menjadi semakin berbahaya dan membesar pada 2014, menguasai ladang-ladang minyak dan merampok bank.
Walaupun kuat dalam pertempuran darat, mampu menarik minat dengan menggaji Jihadis dari negara-negara di luar Suriah dan Irak, konsep operasional ISIS oleh koalisi intelijen tiga negara tersebut tetap dibatasi kemampuannya, ISIS hanya unggul dalam pertempuran darat serta aksi teror. Akan tetapi menyisakan sebuah titik rawan dengan tidak dimilikinya alutsista pertahanan udara maupun kekuatan udara. Inilah titik lemah ISIS yang akan mudah dihancurkan oleh superioritas kekuatan udara koalisi apabila mereka sudah tidak dibutuhkan lagi. Pemimpin ISIS Abu Bakr al Baghdadi dilaporkan tewas meledakkan bom bunuh diri bersama tiga anaknya dalam serangan pasukan khusus Delta Force Amerika pada Sabtu 26 Oktober 2019, di Idlip, Suriah Barat.
Cipta Kondisi Versi Pompeo
Saat kunjungan Menlu AS Mike Pompeo ke Indonesia, Kamis (29/10/2020), penulis mengingatkan pada artikel terdahulu, waspadai operasi intel clandestine yang menyertai. Pompeo ke Jakarta setelah pergi ke India, Sri Lanka dan Maladewa. Pertemuannya dengan Presiden Jokowi dan Menlu Retno lebih berupa bicara basa-basi diplomasi bilateral, soal ekonomi dan pertahanan.
Memang permintaan Indonesia soal GSP mereka setujui dan secara formal Menko Marves Luhut Panjaitan bertemu Presiden Trump, walau kalah oleh Joe Biden dalam pilpres, Trump masih duduk di White House hingga awal Januari 2021. Tetapi inti kunjungan Pompeo tersebut untuk mendengar langsung jawaban Indonesia soal visi bersama tentang IndoPasifik yang bebas dan terbuka.
Pemerintahan Trump senelumnya telah menjatuhkan sanksi kepada pejabat China yang bertanggung jawab atas penumpukan militer Beijing di Laut China Selatan, berupa lapangan terbang, stasiun radar, instalasi rudal di pulau-pulau pada terumbu karang. AS khawatir serta alergi klaim China atas penguasaan 80 persen LCS dapat mengganggu kebebasan navigasi di perairan internasional, sebagai urat nadi mereka (SLOC). China mencoba menjadi sherrif dalam konsep hegemoni, bergeser dari konsep prosperity ke security.
Menlu Pompeo di era Trump adalah ujung tombak cipta kondisi kawasan Indo Pasifik dalam menghadapi China (RRT). Dia menlu yang memiliki visi intelijen kuat sebagai mantan Direktur CIA. Ditegaskannya, "Saya pikir terus berjalan, jangan hanya berbicara tetapi bertindak," kata Pompeo.
Indikasi cipkon Pompeo di Indonesia terbaca dengan mengunjungi GP Ansor, ormas yang berafiliasi ke Nahdlatul Ulama (NU). Dia berbicara masalah peradaban dan menyinggung ancaman Partai Komunis China ke Indonesia. Pompeo dengan keras menyinggung isu Muslim Uighur di Xinjiang, dan menuding China sebagai "Ancaman terbesar bagi masa depan kebebasan beragama".
Pompeo ingin kekuatan Islam di Indonesia terpengaruh dan menerima masukannya, mengharapkan muncul anti Partai Komunis China sebagai sasaran antara, dengan target berupa signal dan political pressure terhadap pemerintah. Tetapi dari GP Ansor menanggapi dengan dingin. Pompeo lupa bahwa para generasi muda Islam moderat di Indonesia semakin cerdas dan rasional, mengerti bahwa faham komunis bahkan sudah kalah pamor dengan faham khilafah. Komunis bukan ancaman seperti masa lalu karena mereka tidak memiliki partai untuk berkuasa di Indonesia.
Dalam operasi intelijen conditioning, jelas ada plan B, yaitu bila pendekatan dan pengondisian kelompok muda moderat gagal, lakukan cipkon kepada kelompok garis keras Islam. Pertanyaannya apakah demikian? Sangat sulit untuk mendapatkan bukti fakta sebuah proxy war. Kalau benar memang diciptakan, maka tujuannya untuk menumbuhkan anti PKT, lebih spesifik anti komunis. Proksi yang dibentuk tersebut di Indonesia untuk menekan pemerintahan dibawah Presiden Jokowi, bahwa rakyat tidak setuju kita terlalu dekat dengan RRT.
Apakah Pompeo sebagai pakar intelijen (CIA) akan mengulangi seperti pembentukan ISIS? Konsepnya terlalu beresiko, bila anak-anak muda aliran keras yang kini punya idola HRS tetap di cekoki dengan pemikiran anti pemerintah dengan tagline 'keadilan', bukan tidak mungkin akan terjadi gesekan- gesekan berbahaya. Principle agent yang mendanai proxy faham bahwa sebagai negara dengan faham demokrasi hak berbicara dan berkumpul tidak dilarang, tidak akan ditangkap.
Kini TNI sudah menegaskan tidak akan mengambil resiko terjadinya kisruh seperti yang disebutkan Panglima TNI, kemungkinan munculnya Arab Spring. Statement Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto keras, narasinya jamak, tidak hanya memperingatkan kemungkinan adanya proxy di dalam negeri, juga mengingatkan mereka yang ada di luar negeri, bahwa TNI sangat faham dengan kondisi yang berlaku serta siap apabila ada niat buruk dari luar yang akan mengganggu stabilitas keamanan Indonesia. Kalau beberapa waktu lalu para pimpinan yang bertanggung jawab keamanan mereka nilai lembek, segan dengan isu politik serta HAM, kini Jakarta sebagai barometer Indonesia dipercayakan kepada mereka yang lebih tegas dalam bersikap.
Jalan Keluar
Bagi aparat keamanan, memang dibutuhkan ketegasan dalam melarang pengumpulan dan kerumunan massa. Kini aparat keamanan mempunyai dasar hukum yaitu larangan pengumpulan orang dalam jumlah besar saat pandemi Covid19. Laksanakan protap atau SOP tanpa pandang bulu. Bagi para tokoh-tokoh agama, tokoh politik sementara cooling down, juga bagi HRS, tidak semua orang Indonesia suka dengan kekerasan.
Siapapun tokoh atau organisasi yang dimainkan sebagai bagian proxy , perlu mengetahui bahwa mereka hanya dimainkan sesaat, sebagai alat dan cut out, bila dinilai tugasnya selesai maka oleh penyandang dana, mereka akan dihabisi (kasus Abu Bakr al Baghdadi, disergap Delta Force, dan akhirnya bunuh diri dengan bom adalah contoh konkrit).
Penutup
Operasi clandestine versi Pompeo menurut penulis nampaknya tidak akan dilanjutkan, karena Donald Trump kalah dan akan berhenti pada bulan Januari 2021, Pompeo juga akan berhenti menjadi Menteri Luar Negeri. Tetapi residu operasi clandestine harus dimonitor berhubung perintah ke kontraktor sudah berjalan.
Joe Biden pemenang pilpres di AS dari Partai Demokrat adalah politisi senior saat menjadi Wapres Obama (2009-2017), pendekatan politik luar negeri AS tidak akan jauh seperti saat dia menjadi Wapres, karena dialah sebagai arsiteknya saat itu.Biden, akan memulai memimpin Amerika yang baru dan berbeda selama empat tahun masa kepemimpinannya. Saat berpidato pada Kamis (20/8/2020) malam waktu setempat Biden menegaskan,"Presiden saat ini telah terlalu lama menyelubungi Amerika Serikat dalam kegelapan. Terlalu banyak amarah. Terlalu banyak ketakutan. Terlalu banyak perpecahan," katanya.
Dalam hal kepentingan nasionalnya AS jelas tidak bergeser, Laut China Selatan, perjanjian nuklir dengan Iran, perbaikan hubungan dengan WHO, penilaian ancaman Keamanan Nasional, serta hubungan multilateral diprediksi akan mengalami perubahan. Untuk itu pemerintah Indonesia mesti bersiap atas segala kemungkinan dan peluang yang dapat muncul, mampu menjadi mitra seperti yang pernah diinginkan dan disebutkan Presiden Obama saat mengumumkan rebalancing tahun 2009. Pendekatan ke Indonesia akan lebih soft, berbeda dengan gaya Trump dan Pompeo.
Kebutuhan shake hand intelijen Indonesia dengan Intelijen Amerika sangat diperlukan, khusus yang berkemampuan dan capable di tataran intelijen strategis, wilayah yang valid untuk membicarakan kondisi nasional, regional dan internasional. Semoga bermanfaat, Pray Old Soldier.
Jakarta, 23 November 2020
No comments:
Post a Comment