Showing posts with label Syirianisasi. Show all posts
Showing posts with label Syirianisasi. Show all posts
Thursday, July 16, 2020
SYIRIANISASI DI INDONESIA
Krisis politik dan kemanusiaan yg bermula sejak 2011 telah meluluhlantakkan banyak negara Timur Tengah, seperti Libya, Tunisia, Yaman, dan Suriah.
Gerakan propaganda kelompok radikal yg mengatasnamakan revolusi (thaurah) ini sudah berkepanjangan dan gagal memenuhi janji2 manisnya, berupa keadilan dan kesejahteraan.
Gerakan yg dimotori kelompok2 pro-kekerasan ini memang awalnya memikat, karena dibungkus dan disembunyikan di balik kedok2 retorik.
Media Barat sampai menyebut gerakan mereka sebagai Musim Semi Arab (Arab Spring/al-Rabi' al-'Arabi), digambarkan sebagai proses demokratisasi, berlawanan dg kenyataan yg kemudian tampak, yaitu islamisasi versi khilafah atau khilafatisasi.
Berdirilah kemudian khilafah di Suriah, Irak, dan Libya.
Ikhwanul Muslimin saat itu memenangkan pemilu di Mesir dan Tunisia.
Demi kepentingan sesaat dan ketika sudah terdesak, mereka memang gemar menggunakan slogan2 demokrasi, semisal mereka akan mengerek tinggi2panji kebebasan ketika perbuatan melanggar hukum mereka ditindak, karena yg sedang dilakukan oleh mereka sejatinya adalah membajak demokrasi.
Sejak awal mereka meyakini bahwa demokrasi adalah produk kafir, maka kapan saja ada waktu mereka akan menggerusnya. Keberhasilan kelompok radikal dalam membabakbelurkan Timur Tengah menginspirasi kelompok radikal di berbagai belahan dunia lain.
Jejaring mereka semakin aktif di Asia, Eropa, Afrika, Amerika sampai Australia, berusaha memperluas kekacauan ke berbagai wilayah, dg harapan bisa mewujudkan cita2 utopis mereka; mendirikan khilafah di seluruh muka bumi.
Wacana syrianisasi kemudian sampai ke Indonesia, semakin ramai disuarakan pada tahun2 belakangan, paling tidak mulai 2016. Banyak pihak mensinyalir ada gerakan2 yg berusaha menjadikan Indonesia jatuh ke dalam krisis sebagaimana menimpa Suriah.
Fakta2 kemudian bermunculan; banyak pola krisis Suriah yg disalin oleh kelompok radikal, menjadi sebuah gerakan2 di Indonesia. Jaringan2 kelompok radikal di Indonesia juga semakin terang terkoneksi dg aktor2 krisis Suriah.
Sebagai contoh Indonesian Humanitarian Relief (IHR), lembaga kemanusiaan yg dipimpin seorang ustaz berinisial BN, yg logistiknya digunakan untuk mendukung Jaysh al-Islam, salah satu kelompok teroris di Suriah.
Pola men-Suriah-kan Indonesia setidaknya tampak dalam beberapa pergerakan berikut :
➡ 1. POLITISASI ISLAM
Indikasi menguatnya penggunaan kedok agama demi kepentingan kekuasaan, sebagaimana pernah dilakukan di Suriah, terlihat dalam banyak hal, di antaranya adalah penggunaan masjid sebagai markas keberangkatan demonstran. Jika di Damaskus masjid besarnya Jami' Umawi, maka di Jakarta Masjid Istiqlal.
Adakah yg pernah menghitung, berapa kali Masjid Istiqlal diduduki pelaku berangkat demonstrasi? Pelaksanaannya pun kebanyakan di hari Jumat seusai waktu Shalat Jumat, didahului dg hujatan politik di mimbar kotbah, sehingga mengelabui pandangan masyarakat terhadap agama yg sakral dan politik yg profan.
Persis dg apa yg pernah terjadi di Suriah menjelang krisis. Masjid pun berubah menjadi tempat yg tidak nyaman, gerah, dan tidak lagi menjadi tempat 'berteduh'.
Hari Jumat, yg semestinya menjadi hari ibadah mulia, berubah menjadi hari2 politik dan kecemasan, atas kekhawatiran terjadinya chaos.
Muncul kemudian istilah "Jumat Kemarahan" sebagai ajakan meluapkan kemarahan di hari Jumat -- bukankah itu hanya terjemahan dari "Jumat al-Ghadab" yg pernah menjadi slogan politik pemberontak Suriah, diserukan oleh Yusuf al-Qardhawi, tokoh Ikhwanul Muslimin?
➡ 2. MENDELEGITIMASI PEMERINTAHAN YANG SAH
Dilakukan dg terus-menerus menebar fitnah murahan terhadap pemerintah.
Sesekali presiden Suriah Basyar al-Assad dituduh Syiah, sesekali dituduh kafir, dan pembantai Sunni.
Kelompok makar bahkan menghembuskan isu bahwa al-Assad mengaku Tuhan, disebarkanlah foto bergambar poster al-Assad dengan beberapa orang sujud di atasnya.
Dalam konteks Indonesia, Anda bisa mengingat2 sendiri, presiden Indonesia pernah difitnah apa saja, mulai dari Kristen, Cina, Komunis, anti-Islam, mengkriminalisasi ulama, dan sederet fitnah lainnya.
Tidak usah heran dengan fitnah2tersebut, yg muncul dari kelompok yg merasa paling 'Islam', karena bagi mereka barangkali fitnah adalah bagian dari jihad yg misinya mulia, dan ciri universal pengikut Khawarij adalah mengkafirkan pemerintah.
➡ 3. PEMBUNUHAN KARAKTER ULAMA
Dalam proses menghadapi krisis, ulama yg benar2 ulama tidak lepas dari panah fitnah, bahkan yang sekaliber "Syeikh Sa'id Ramadhan al-Buthi", yg pengajiannya bertebaran di berbagai saluran televisi Timur Tengah, kitabnya mengisi rak2 perpustakaan kampus2dunia Islam, dan fatwa2nya menjadi rujukan.
Begitu berseberangan pandangan politik dg mereka, seketika dituduh sebagai penjilat istana dan Syiah (padahal beliau adalah pejuang Aswaja yang getol), hingga berujung pada syahidnya beliau bersama sekitar 45 muridnya di masjid al-Iman Damaskus, saat pengajian tafsir. Beliau dibom karena pandangan politik kebangsaannya yang tidak sama dg kelompok pembom bunuh diri.
Jika demikian yg terjadi di Suriah, kira-kira Anda paham kan dg apa yg terjadi di Indonesia, beberapa ulama berikut ini :
✅ Buya Syafi'i Ma'arif
✅ KH. Mustofa Bisri
✅ Prof Quraish Syihab
✅ Prof Said Aqil Siraj
✅ KH. Ma'ruf Amin
✅ TGB Zainul Majdi
Dituduh sesat, liberal, syiah, su'u dan berbagai hujaman2 fitnah dari kelompok yg sama, ketika propaganda politiknya tidak dituruti ?
Setelah ulama yg hakiki, mempunyai kapasitas keilmuan yg cukup, mereka bunuh karakternya, maka mereka memunculkan ustaz-ustazah dadakan yg punya kapasitas entertainer yg hanya mampu berakting layaknya ulama.
➡ 4. MENGGANTI DASAR NEGARA
Misi utama kelompok radikal adalah meruntuhkan sistem yg ada, dan menggantinya dg sistem yang ideal menurut mereka, yaitu khilafah atau negara yg secara formalitas syariah, meski substansinya tidak menyentuh syariah sama sekali.
Khilafah bagi mereka layaknya 'lampu ajaib' yg bisa memberi apa saja dan menyelesaikan masalah apa saja. Tidak sadar bahwa berbagai kelompok saling membunuh dan berperang di Timur Tengah karena sedang berebut mendirikan khilafah, dan ujungnya adalah kebinasaan.
Saat kelompok makar di Suriah berusaha meruntuhkan sistem dan pelaksana negara, mereka mengkampanyekan slogan al-sha'b yurid isqat al-nizam (rakyat menghendaki rezim turun) dan irhal ya Basyar (turunlah Presiden Basyar). Slogan dg fungsi yg sama di-copy pasteoleh jaringan mereka di Indonesia, jadilah gerakan dan tagar '2019 Ganti Presiden'!
Syirianisasi sedang digulirkan di negara kita. Pola2 yg sama ketika kelompok radikal menghancurkan Suriah sedang disalin untuk menghancurkan negara kita.
Bedanya Suriah sudah merasakan penyesalan dan ingin rekonsiliasi, merambah jalan panjang membangun kembali negara mereka.
Sedangkan, kita baru saja memulai. Jika kita tidak berusaha keras menghadang upaya mereka, maka arah jalan Indonesia menjadi Suriah kedua hanya persoalan waktu. Semoga itu tidak pernah terjadi.
📝👤: Gus Najih Ramadhan
Alumnus Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus dan Sekjen Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami)