Tebang Pilih Kasus Ala Komnas HAM Dan Komisi III, Ada Apa atau Apa Ada...?
Oleh:
Rudi S Kamri
Hanya dalam hitungan jam Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi III DPR RI langsung merespons kejadian tewasnya enam orang laskar khusus FPI pasca mereka menyerang dan akhirnya dilumpuhkan oleh Polisi. Sesuatu yang kelihatannya begitu mulia dan responsif yang dilakukan oleh kedua lembaga negara tersebut.
Pertanyaannya, boleh dan pantaskan Komnas HAM dan Komisi III membentuk Tim Investigasi untuk mengusut kasus tersebut?
Tentu saja boleh dan pantas-pantas saja mereka melakukan hal tersebut. Namun pertanyaannya, mengapa dalam kasus pembantaian empat orang secara keji dan biadab di Kabupaten Sigi, Sulteng, Komnas HAM dan Komisi III DPR RI tidak bereaksi apa-apa? Apakah pengertian pembelaan HAM disini hanya menyasar kelompok masyarakat sipil versus aparat keamanan negara? Bagaimana dengan HAM masyarakat sipil yang tidak berdaya yang dibantai kelompok masyarakat bersenjata? Apakah disini tidak perlu keterlibatan negara untuk melindungi HAM masyarakat sipil yang tidak berdaya?
Apakah aparat keamanan negara yang terancam oleh penyerangan gerombolan yang bersenjata, tidak berhak melindungi keselamatan jiwanya? Petugas keamanan baik berpakaian dinas maupun pakaian biasa adalah representasi negara dalam menegakkan marwah hukum di negeri ini. Di samping itu, lepas bahwa mereka aparat negara, merekapun juga manusia yang mempunyai hak azasi yang selayaknya mendapat perlindungan negara juga.(lanjutkan baca ....👰👉) [ http://news.iniok.com/2020/12/tebang-pilih-kasus-ala-komnas-ham-dan.html ]
Yang jelas tebang pilih kasus oleh Komnas HAM dan Komisi III DPR RI, sangat melukai rasa keadilan. Kita sebagai masyarakat sipil yang merupakan pemegang saham terbesar di negeri ini berhak memprotes perlakuan diskriminasi ini. Dana operasional yang dipergunakan oleh Komnas HAM dan Komisi III bukan uang dari nenek moyang mereka, tapi uang rakyat hasil pembayaran pajak kita kepada negara. Dus artinya, kita berhak menuntut kedua lembaga negara itu untuk tidak semena-mena menggunakan uang rakyat.
Komnas HAM dan Komisi III seharusnya juga tahu, tewasnya enam orang pengikut MRS, disambut suka cita oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Ketegasan aparat keamanan negara seperti inilah yang dirindukan oleh masyarakat saat ini. Mengingat selama ini gerombolan pengikut MRS begitu bebas berkeliaran dan merajalela menyebarkan ancaman dan ketakutan kepada masyarakat luas yang berseberangan pandangan dengan mereka.
Bukankah kebebasan dari rasa takut dan terancam juga merupakan hak dasar yang paling azasi dari manusia? Negara punya tanggungjawab harus melindungi hak dasar masyarakat. Pada saat aparat negara melaksanakan tanggungjawabnya untuk melindungi hak dasar masyarakat dari ancaman kelompok bersenjata, mengapa harus dipolitisasi dan didzolimi?
Sejatinya Komnas HAM tugasnya melindungi hak azasi siapa? Masyarakat luas atau kelompok kriminal bersenjata? Komisi III DPR RI, mewakili kepentingan rakyat yang mana? Rakyat yang taat aturan negara atau kelompok sipil bersenjata yang sering bertindak semena-mena?
Saya sangat tidak berharap Komnas HAM dan Komisi III bekerja atas dasar pesanan. Tapi pesanan siapa? Kalau memang benar mereka bekerja berdasarkan pesanan. Tentu saja pesanan dari orang atau kelompok yang berkuasa atas sejumlah harta yang berasal dari rampokan uang negara.
Kita tunggu saja hasil investigasi kedua lembaga negara itu. Mudah-mudahan sesuai dan menguatkan penjelasan dari Kapolda Metro Jaya.
Sebelum mereka bekerja, saya hanya ingin bertanya sekali lagi, bagaimana kasus Sigi? Mudah-mudahan mereka masih punya rasa malu karena telah melakukan diskriminasi.
Jangan-jangan karena korban di Sigi bukan anggota FPI, membuat Komnas HAM dan Komisi III menjadi buta tuli nurani.
Pilih, pilih, tebang pilih..."
Pansos, panjat sosial membela berandal.
Salam SATU Indonesia,Indonesia Maju
09122020
No comments:
Post a Comment