Gubernur Anies, Segera Buka Rincian APBD ke Publik!
Oleh: Andre Vincent Wenas
Tak perlu mengalihkan isu lagi. Sederhana kok persoalannya.
Buka saja detail APBD ke laman resmi pemda, sampai satuan ketiga, jangan yang gelondongan lagi. Semua, ya semua rinciannya, tak perlu ada yang disembunyikan lagi. Bukankah sudah diketok palu oleh Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi tanggal 7 Desember 2020 yang lalu?
Alasan apa lagi? Seharusnya khan anggaran itu terbuka transparan sejak dari perencanaan!
Barusan Pak Bahri, Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), menyatakan bahwa isi anggaran itu ngaco!
Beliau jelas-jelas mengatakan,
"Pagu total turun tapi ada kegiatan dalam rincian misalnya ada sub kegiatan rancangan perda, di dalamnya ada isi pembelanjaan model komputer itu yang masih ngaco-ngaco, dan kita sudah suruh benahin," seperti dikutip Detik.Com, 22 Desember 2020, dua minggu setelah diketok palu di DPRD.
Itulah akibatnya kalau main kucing-kucingan. Apalagi kalau mayoritas anggota DPRD-nya pun ikut jadi kucing garong. Kacau semua khan? Kamu ketahuan! Skema rancangan membancaki duit rakyat yang – minta ampun – noraknya.
Sekarang muncul lagi isu baru – mungkin oleh para buzzer bayaran – yang masih coba-coba untuk mendiskreditkan para whistle-blower-nya.
Kali ini William Aditya Sarana jadi sasaran lagi. Pasalnya soal usulan kenaikan dana Banpol, rekaman video percakapan William yang – seperti biasa – oleh buzzer bayaran itu telah dipotong dan diedit untuk memberi kesan seolah William (dan PSI) inkonsisten dengan semangat penghematan anggaran.
Ada-ada saja. Padahal usulan kenaikan dana Banpol itu adalah selaras dengan rekomendasi dari KPK dan LIPI. Dan ini justru untuk keterbukaan dan akuntabilitas dana bantuan politik (banpol) itu sendiri. Dan nampaknya tidak ada satu fraksi (partai) pun yang menolaknya. Karena memang wajar saja, dalam konteks diskusi itu.
Menurut KPK dan LIPI, pendanaan pemerintah untuk partai politik memang diperlukan dalam upaya memperkuat demokrasi dan menekan korupsi pejabat publik yang nota-bene kader parpol.
“Konteksnya adalah saya sudah mempelajari dan menyampaikan rekomendasi KPK dan LIPI bahwa partai politik harus memiliki keuangan yang sehat untuk beroperasi, dengan demikian potensi korupsi politik dapat ditekan. Inilah semangatnya,” begitu klarifikasi William.
Walaupun begitu, menimbang kondisi pandemi yang mengakibatkan resesi ekonomi, William juga menegaskan bahwa pembahasan kenaikan bantuan politik menjadi tidak relevan lagi.
Yang penting adalah sikap akhir PSI mengenai APBD yang waktu dibacakan secara formal dan tertulis saat pandangan umum fraksi di sidang paripurna DPRD DKI Jakarta pada 27 November 2020. Saat itu jelas hanya fraksi PSI yang menolak, yang lainnya setuju kenaikan tunjangan jumbo itu.
Upaya pengalihan isu yang konyol – dan bodoh sekali – sebetulnya.
Sudahlah, kita kembali saja ke pokok soalnya, yaitu membicarakan isu anggaran janggal di APBD DKI Jakarta 2021 yang jelas-jelas ngaco dan oleh beberapa kalangan ditengarai terendus adanya niat untuk bancakan lagi. Ini jauh lebih genting dan relevan.
"Ada kenaikan di dalam rincian kegiatan dewan. Misalnya ada sub kegiatan rancangan perda, di sana ada kegiatan belanja komputer. Ada isinya ngaco kita benahi, belanja gaji, tunjangan juga di sini," kata Bahri seperti dikutip RMOL.ID.
Paling tidak Kemendagri berhasil mengidentifikasi 6 kejanggalan, sebagai berikut:
Pertama, subkegiatan Pembahasan Raperda, Rp 5.112.555.027,- Rincian belanjanya: pakaian sipil lengkap (PSL); peralatan studio audio; personal computer; dan peralatan komputer lainnya pada Sekretariat DPRD. Anggaran baju baru dan komputer baru lagi.
Kedua, terkait Pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), nilainya Rp 153.649.748.978,- Obyek belanjanya: gaji dan tunjangan DPRD pada Sekretariat DPRD. Apa pula ini?
Ketiga, Pembahasan perubahan KUA-PPAS, nilainya Rp 2.310.670.340,- Obyek belanjanya: pakaian sipil harian (PSH); pakaian sipil lengkap (PSL); pakaian dinas harian (PDH); dan pakaian sipil resmi (PSR). Anggaran baju baru lagi, khan tadi sudah pak?
Keempat, kegiatan publikasi dan dokumentasi Dewan, nilainya Rp 350.332.264.769,- Obyek belanjanya: suku cadang alat kedokteran pada Sekretariat DPRD. Apa hubungannya ya, pubdok dengan alat kedokteran? Rp 350 milyar lebih pula! Mau shooting apa dan kemana sih?
Kelima, kegiatan kunjungan kerja dalam daerah, nilainya Rp 27.272.043.970,- Obyek belanjanya: perjalanan dinas luar negeri pada Sekretariat DPRD. Duh, pakai fasilitas zoom sajalah Pak, jauh lebih murah dan efektif. Lha sidang paripurna saja sebagian secara daring kok.
Keenam, kegiatan koordinasi dan konsultasi pelaksanaan tugas DPRD, nilainya Rp 41.458.540.986,- Obyek belanjanya: penghargaan atas suatu prestasi pada Sekretariat DPRD. Prestasi apa pula ini?
Totalnya Rp 580.135.824.007,-Lima ratus delapan puluh milyar lebih!
Kekacauan ini, menurut Bahri, mungkin lantaran ada perubahan nomenklatur dari pemerintah pusat, sehingga salah penempatan.
Hmmm… kapan tuh perubahannya?
Oleh karena itu, sekali lagi kita menyerukan, ayo Gubernur Anies, segera buka rincian APBD ke publik! Sekarang juga Pak!
Supaya kita semua bisa membantu untuk menelitinya dengan lebih seksama.
Bersama jutaan mata rakyat kita bisa memelototi jenis anggaran lem aibon, atau mata anggaran alat kedokteran untuk kegiatan publikasi dan dokumentasi dewan. Sic!
26/12/2020
Andre Vincent Wenas, Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).
https://www.kompasiana com/andrevincentwenas/5fe7220ed541df01552cbc42/gubernur-anies-segera-buka-rincian-apbd-ke-publik
No comments:
Post a Comment