Menantang Presiden Suntik Vaksin Pertama
====================
Banyak orang, termasuk tokoh penting, menantang Presiden Jokowi untuk disuntik vaksin Covid19 pertama kali. Apa yang sebenarnya sedang mereka ekspresikan melalui tantangan itu?
Bagi saya, tantangan itu tanda kebodohan. Vaksin itu sudah disuntikkan ke ribuan orang saat uji klinis. Siapa pun yang menerima suntikan pertama saat vaksinasi nanti, itu hanya soal seremoni belaka.
Yang menantang itu mungkin hendak meminta jaminan keamanan vaksin tersebut. Kalau memang aman, suntikkan ke orang nomor satu. Ini betul-betul kebodohan. Keamanan vaksin tidak dijamin dengan cara itu. Ada proses riset yang panjang sebelum vaksin itu disuntikkan ke manusia. Lalu, seperti disebut di atas, sudah ada ribuan orang yang menerima suntikan vaksin ini. Kalau vaksin itu tidak aman, ribuan orang tadi sudah kelojotan mati.
Intinya, itu sebenarnya ekspresi ketidakpercayaan. "Kami tidak percaya pada Presiden," begitu mungkin hal yang ingin disampaikan. Untuk apa? Terlebih bila itu disampaikan oleh tokoh yang berpengaruh. Anda ingin mengajak orang di bawah pengaruh Anda untuk tidak mempercayai Presiden? Alasannya apa?
Ada perbedaan penting antara tidak percaya dengan kritis. Kalau Anda kritis, mungkin Anda bisa menyatakan keberatan soal vaksin, dengan alasan yang masuk akal. Misalnya, Anda tidak mau vaksin dari Cina. Beberakan saja alasannya. Itu sikap kritis. Tapi mengucapkan tantangan seperti itu bukan sikap kritis. Itu lebih merupakan sikap tak percaya. Apa dasarnya? Tidak ada. Sekadar tidak suka saja.
Dalihnya, biar masyarakat percaya. Bukan. Anda yang tidak percaya, dan mencoba mempengaruhi masyarakat, agar tidak percaya juga, seperti Anda.
Nah, itu masalahnya. Anda orang berpengaruh, yang sering mengoceh soal akhlak mulia. Tapi Anda dengan telanjang memamerkan kebencian Anda, meski dibungkus dengan kata-kata santun.
-Kang H Idea-
===========================
Para dokter hrs ekstra hati2 menyeleksi siapa yang bisa divaksin. Ini utk menghindari adanya korban akibat efek samping.
Efektivitas vaksin 95% adalah bahasa iklan. Arti teknis sebenarnya adalah 5% dari hasil uji klinis, relawan mengalami efek samping entah sekedar pusing, lumpuh hingga kematian.
Standar ilmiah yg normal mestinya hasil uji vaksin harus masuk jurnal ilmiah dg laporan data dan analisanya.
Nah, vaksin cvd ini tdk melalui tahapan itu utk dikaji bersama para ahli global. Standarnya juga disebutkan minimal 2 tahun hasil uji klinis dipantau baru boleh digunakan demi keamanan.
Inilah mengapa vaksin ini digunakan atas dasar darurat. Maka, adalah bijaksana jika tdk dilakukan sbg mandatory/wajib krn sdh pasti jika semua diwajibkan resiko 5% korban efek samping itu nyata.
Dari 1 juta orang ada resiko 50.000 orang kena efek samping sekedar pusing, lumpuh atau mati.
Lah kok malah lebih besar resikonya drpd yg kena cvd dan sembuh. 🤔🤔🤔
Sebagai catatan korban cvd usia produktif (18-40 th) yg meninggal hanya kurang dari 1%. Nah, dg divaksin kelompok usia ini justru dihadapkan pada resiko efek samping pusing, lumpuh atau mati sebesar 5%.
Kira2 sebanding gak resikonya? 🤔🤔🤔
=========================================
No comments:
Post a Comment