Benang Merah Kedatangan Kedubes Jerman ke FPI dan Larangan Ekspor Nikel
Saat pemerintah Jokowi sudah tegas pada ormas barbar, FPI seperti permintaan "silent majority" selama ini, gangguan malah datang dari pihak luar.
Adalah kedubes Jerman yang entah kemasukan angin apa tiba-tiba mendatangi markas FPI dengan alasan belasungkawa. Padahal dalam website tracking terorist, nama FPI dikenal dunia sebagai organisasi teroris.
Lalu apa hubungannya dengan negara Jerman yang menguasai 42 persen industri baja di Eropa?
Jerman sebagai produsen utama baja tentunya terpukul dengan kebijakan Jokowi melarang ekspor nikel.
Larangan pemerintah datang juga menanggapi keputusan pihak Uni Eropa untuk menyetop impor kelapa sawit ke negara mereka.
Jokowi yang tahu dikadali Eropa kini berbalik menyerang dengan mendeklarasikan diri sebagai negara yang berdaulat sebagai pengguna biji nikel.
Saat ini pemerintah dengan komitmen kuat mengolah nikel dalam negeri yang merupakan cadangan terbesar dunia.
Nikel merupakan komponen penting dari baterai lithium ion untuk energi mobil listrik.
Saat Indonesia mulai memainkan perannya, negara-negara lain seperti Uni Eropa merasa terpukul. Mereka yang sebelumnya mengandalkan pasokan nikel dari Indonesia jadi terpojok seketika. Pihak Uni Eropa bahkan mengajukan gugatan ke WTO untuk menekan pemerintah kita. Menurut mereka akan ada 250 ribu pekerja lebih yang terimbas larangan nikel.
Jokowi dengan watak kerasnya tak bergeming dengan ancama Uni Eropa. Karena imbas larangan ini sebenarnya tak hanya menghantam Eropa.
China yang sebelumnya juga mengandalkan biji nikel dari Indonesia untuk diolah sebagai feronikel untuk bahan baku baja juga terpukul. Tapi, China dengan baik hati akhirnya mau berinvestasi membuka pabrik dan smelter di Indonesia.
Sedang negara-negara Arab dan Eropa enggan menanamkan modal di negara kita.
Inilah mengapa China tak protes dengan Indonesia, begitu pula pemerintah juga akrab dengan negara Tiongkok tersebut.
Kembali lagi soal FPI dan negara Jerman. Siapa yang percaya negara sekelas Jerman tak tahu traking organisasi teroris. Apakah kalau ISIS terbunuh mereka akan belasungkawa. Apakah kalau teroris bom bali seperti Amrozi terbunuh juga akan belasungkawa.
Soal kejadian baku hantam antara aparat dan FPI tentunya tak akan ada penembakan jika laskar FPI dianggap tak membahayakan. Pasalnya mereka dengan berbagai senjata menyerang ke arah aparat. Inilah makanya aparat tegas menindak.
Sama halnya saat demo 1812 di mana laskar FPI lagi-lagi dengan brutal membacok dan menyabet polisi. Adakah pihak kedubes Jerman datang ke kepolisian mengucapkan belasungkawa. Kenapa mereka hanya bersimpati pada teroris yang mengacak-acak negeri ini?
Bukannya media-media luar sudah paham dengan sepak terjang FPI. Media Australia misalnya, pertama kali menuliskan "ex buron cabul berbicara soal akhlak". Masa negara Jerman kudet soal ini? Atau memang ada udang dibalik batu?
Munarman sendiri mengaku nomer mereka diminta pihak kedubes Jerman. Bau konspirasi sangat menyengat di sini. Apakah Jerman hendak menggugat pemerintah kita soal pelanggaran HAM. Kalau melihat cuitannya di twitter memang ada arah ke sana.
Menurut pihak Jerman, negara kita boleh saja tegas terhadap aturan protokol kesehatan (Covid 19), tapi tetap tak boleh melanggar kebebasan berpendapat dan berkumpul disertai tagar HAM.
Rupanya pihak Jerman sudah mabuk berat, padahal negara-negara tetangganya seperti Perancis dan Itali malah memberlakukan lockdown. Pemerintah kita masih bermurah hati memberlakukan PSBB dan memberikan bansos.
Saya penasaran kalau Rizieq dan FPI melakukan kerumunan di bandara Jerman, di Berlin dan kota besar lainnya di sana, apakah pemerintahnya bakal diam saja dengan alasan kebebasan HAM? Jerman tidak boleh munafik sok mengurusi urusan negara lain. Bukankah Rizieq awalnya dikirimi surat baik-baik. Tapi merekalah yang sombong mengusir aparat hingga melarikan diri lewat tol.
Kalau saja dari awal si jumbo mau mendatangi panggilan, tidak akan ada cerita baku tembak laskar FPI dan aparat. Kejadian hari ini tentunya disebabkan sikap keras kepala ormas teroris yang suka melabrak aturan.
Kalau pihak Jerman bersikeras melindungi FPI, sebaiknya pemerintah Indonsia langsung mengekspor Rizieq , FPI plus bonus anggota HTI ke Jerman. Pemerintah Indonesia tidak perlu meminta ganti rugi ekspor karena tanpa Rizieq, FPI dan HTI, negara ini akan melesat jadi negara maju mengalahkan Jerman.
Akhirnya dari runtutan larangan ekspor nikel hingga simpati kedubes Jerman pada FPI bisa ditarik benang merahnya. Mereka ternyata masih sakit hati pasca pemerintah kita yang mem ban ekspor nikel mentah sebagai bahan baku pembuatan baja. Jerman sebagai produsen utama baja di Uni Eropa yang menguasai 42 persen pasar menjadi paling terimbas.
Keputusannnya menggandeng pihak FPI sama halnya dengan keputusan Prabowo saat pilpres karena bingung mau mendapat dukungan dari siapa lagi. Hanya FPI dan keterorisannya yang amat membenci pemerintah ini. Mereka yang tak suka Indonesia jadi negara maju pasti berkawan dengam para radikal.
Dec 20, 2020
Begitulah kura-kura
No comments:
Post a Comment