*Perlu diketahui bahwa negara-negara di seluruh dunia sedang berusaha untuk mendanai* upaya mengatasi pandemi Covid -19, dan sekaligus uoaya untuk memulihkan aktivitas ekonominya sebagai akibat Covid-19 yang juga telah melumpuhkan ekonomi di tiap negara.
Terkait penanggulangan covid-19, Arab Saudi di tahun 2020 diperkirakan memiliki hutang 941 miliar riyal (Rp 3.533 triliun), membuncit 32,9% dibanding 2019.
Dalam data yang dirilis, per 2 Desember 2020 China telah memiliki utang sebesar USD 5,5 triliun (Rp 77 ribu triliun).
*Menurut data World Economic Forum, tercatat pada tahun 2020 ini, pinjaman Gedung Putih* meningkat menjadi USD 27 triliun (Rp 381 ribu triliun).
Di tahun 2020 ini, Prancis menambah 258 miliar euro (Rp 4.400 triliun) utang tambahan, menjadikan total utang negara itu menjadi 2,6 triliun euro (Rp 44 ribu triliun).
Parlemen di Tokyo telah mengumumkan stimulus percepatan penanggulangan pandemi Covid-19 senilai 117 triliun yen (Rp 15 ribu triliun).
*Pinjaman Filipina dari Januari hingga Oktober 2020 mencapai 3,22 triliun peso (Rp 949 triliun).*
Bagaimana Rasio Hutang terhadap Produk Domestik Bruto tahun 2020?
Tercatat Amerika Serikat (131,2% ), Prancis ( 118,7% ), Inggris ( 80% ), Jepang diprediksi ( 250% ), Jerman ( 73,3% ), India ( 69,3% ), Malaysia ( 67,6% ), China ( 63,3% ), Tahiland ( 50,4% ), Filipina ( 48,9% ), Vietnam (46,6% )
*Bagaimana dengan Indonesia?.*
APBN 2019, DPR RI mengesahkan Undang-Undang APBN 2019 dalam rapat paripurna di gedung Nusantara II DPR RI, Rabu (31/10/2018). Dalam APBN 2019, pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp 2.165,1 triliun dan anggaran belanja Rp 2.461,1 triliun. Dengan demikian defisit anggaran tahun depan sebesar Rp triliun atau setara 1,84% dari produk domestik bruto (PDB).
Dalam APBN 2020, yang Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR ke-10 pada Selasa (24/
9).pendapatan negara dipatok Rp 2.233,2 triliun, sedangkan belanja negara Rp 2.540,4 triliun. Sehingga terjadi defisit Rp.307,2 triliun. Masih dibawah 3%. Dalam perkembangannya sejalan dengan upaya penanggulangan Covid-19 dan upaya Pemulihan Ekonomi Nasional ( PEN ), pada 24 Juni 2020, Presiden melalui Perpres 72/2020 kembali menaikkan ambang batas defisit menjadi 6,34 persen atau Rp1.039,2 triliun.
*Artinya dana APBN tahun 2020 pun tidak sanggup untuk membiayai penanganan covid-19* dan pemulihan ekonomi nasional. Dengan kata lain upaya pemerintah untuk menanggulangi penanganan covid dan PEN tidak lain memang harus melalui hutang. Apakah itu hutang dari luar negeri ataupun hutang dari dalam negeri. Terlalu naif rasanya kalau pemerintah tidak berhutang. Selama pandemi covid-19 belum mampu ditekan dan atau ekonomi belum pulih, maka logis kalau hutang pemerintah trendnya cenderung meningkat. Apalagi jumlah penduduk lebih dari 270 juta yang secara geografis tersebar dalam berbagai pulau, plus meningkatnya angka pengangguran, angka kemiskinan dan daya beli yang menurun sebagai akibat covid-19.
*Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah hingga akhir Desember 2020* *mencapai 6.074,56 triliun.* Rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 36,68%. *Artinya rasio hutang terhadap PDB untuk Indonesia relatif rendah* dibandingkan negara negara tersebut diatas dan masih dibawah batas rasio utang yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara sebesar 60% terhadap PDB. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan rasio hutang terhadap PDB kedepan akan cenderung meningkat.
Semua tergantung bagaimana pemerintah dan masyarakat bersama sama memutus mata rantai penyebaran covid-19.
*Vaksinasi Covid-19 sudah berjalan, bahkan memasuki tahap ke 2*, namun sungguh disayangkan tidak sedikit masyarakat yang menolak untuk divaksin dengan berbagai argumentasinya.
Batas rasio hutang dimaksud adalah dalam hal pelanggaran undang-undang. Tidak secara langsung dinyatakan sebagai batas aman atau tidaknya posisi utang pemerintah. Teori ekonomi tentang hutang pun tidak ada yang secara spesifik menyebutkan berapa besar batas aman.
Dari Tabel Hutang Luar Negeri Indonesia menunjukan bahwa sebagian besar hutang luar negeri didominasi oleh SBN domestik. SBN dominan dalam mata uang rupiah agar tetap resilient terhadap gejolak nilai tukar - ketidakpastian dan volatilitas - pada pasar keuangan secara global. Dikutip dari Buku APBN edisi November, utang pemerintah ini masih didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 85,56 persen dan pinjaman sebesar 14,44 persen.
Secara rinci, utang dari SBN tercatat Rp5.028,86 triliun yang terdiri dari SBN domestik Rp3.782,69 triliun dan valas Rp1.246,16 triliun. Disamping itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan pangsa 89,0 % dari total utang luar negeri.
Akhirnya dari data sederhana inipun, minimalnya bisa dipahami kenapa hutang pemerintah trendnya cenderung meningkat dan apakah hutang pemerintah berada dalam bahaya atau tidak.
Silahkan merenung
Saptono Suryantoro
No comments:
Post a Comment