Pasar Muamalah atau Sekedar Bisnis Money-Changer Plus Plus?
Oleh: Andre Vincent Wenas
Bagaimana sih ini urusannya? Kok jadi ribet amat ya.
Mata uangnya Dirham/Dinar, itu denominasi milik UAE (United Arab Emirates), bukan Saudi Arabia, karena di Saudi Arabia pakainya Riyal.
Itulah – katanya – mata uang yang dipakai untuk transaksi di Pasar Muamalah.
Untuk belanja (bertransaksi) di situ, ya mesti terlebih dahulu menukar rupiahnya dengan Dinar/Dirham versi Pasar Muamalah.
Dirham/Dinar versi Pasar Muamalah? Lha soalnya ada yang nyeletuk bahwa koin itu dicetak oleh Antam.
Wallahhh… ini malah tambah kacau. Betul atau tidaknya kita gak jelas juga. Namun kalau Antam yang mencetaknya, jelaslah itu jadinya ‘uang palsu’. Setidaknya uang palsu versi UAE.
Kenapa? ya lantaran denominasi Dinar/Dirham itu mestinya dari bank sentralnya UAE (United Arab Emirates). Selain dari itu ya statusnya uang palsu.
Dalam pemahaman kita, sebetulnya sederhana saja sih. Zaim Zaidi dan kelompoknya yang giat membangun format Pasar Muamalah, semata-mata sedang berbisnis ‘money-changer’ saja. As simple as that!
Memang jadi sedikit lebih sophisticated lantaran juga membangun semacam komunitas berbentuk Pasar Muamalah (atau apalah namanya, bebas saja).
Di pasar bentukannya ini yang mesti dipakai sebagai alat tukar adalah mata uang yang belum jelas statusnya itu tadi. Kenapa belum jelas?
Ya lantaran itu Dirham/Dinarnya UAE, atau bikinan (cetakannya) Zaim Zaidi sendiri yang bisa ia pesan via Antam atau tempat lainnya. Banyak kok yang bisa bikin koin-koinan.
Dengan sedikit diberi aroma agama, maka cesplenglah model bisnisnya.
Cesplengnya untuk di kalangan komunitas tertentu. Yaitu mereka yang mau percaya bahwa dengan bertransaksi model begini maka bakal dapat jaminan kelak di dimensi kehidupan pasca-duniawi.
Tentu saja janjinya adalah di arena kehidupan surgawi, bukan yang nerakawi. Walahuallam deh.
Yang jadi soal adalah, transaksi finansial dengan denominasi asing di dalam negeri (Republik Indonesia) itu melanggar undang-undang.
Pasal 23 B UUD 1945 jo. Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang:
“Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.”
Akibatnya memang jadi ruwet nih urusannya. Mata uangnya milik UAE, tapi katanya bisa dicetak lewat Antam (ini gak jelas), yang benar yang mana sih?
Lalu untuk bertransaksi di Pasar Muamalah itu mesti pakai Dirham/Dinar yang bisa dibeli (ditukar) dengan kurs tertentu (entah bagaimana menentukannya) di semacam kasir di situ. Dan ini jadinya seperti usaha atau bisnis penukaran uang (money-changer) belaka. Ya mestinya ijin usaha money-changer sajalah ya.
Atau sebut saja, “bisnis money-changer plus-plus” gitu. Plusnya ya beraroma agama, dan ada janji kapling di kehidupan pasca-duniawi nanti.
Tapi lalu transaksinya jadi ilegal lantaran melanggar undang-undang itu tadi. Dan mesti berhadapan dengan aparat hukum!
Walah kok jadi ribet begini ya?
Andre Vincent Wenas, Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).
Source : https://www.kompasiana com/andrevincentwenas/6013cd248ede487e8e089322/pasar-muamalah-atau-sekedar-bisnis-money-changer-plus-plus?page=all#section2
===================
(Art.2)
INI SIH MONKEY BUSINESS
Mereka belanja barang di Pasar Muamalah pakai Dinar /Dirham.
▪ Beli Dinar/Dirham nya pakai rupiah.
- Kena margin penjual Dinar/Dirham.
▪ Ketika belanja barang di Pasar Muamalah.
- Kena margin penjual barang.
▪ Ketika beli bensin, pulsa, token listrik dll., karena tidak bisa dibayar pakai Dinar/Dirham, akhirnya Dinar/Dirham nya dijual lagi buat beli rupiah.
- Kena margin penjual Dinar/Dirham lagi.
Jadi pemegang Dinar/Dirham berpotensi kemahalan 3x lipat karena kena 3x margin.
Sementara produsen/penjual Dinar/Dirham nya yang paling untung karena dapat 2x margin, pada waktu pelanggan membeli dan menjual Dinar/Dirham.
Belum lagi potensi berurusan dengan hukum karena melanggar Undang" No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Ancaman pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah).
Arab Saudi & Turki saja tidak menggunakan Dinar/Dirham untuk mata uang nya.
BIJAK, CERDAS, TAATI ATURAN AKAN SELAMAT!!
No comments:
Post a Comment