gambar ilustrasi saja
Tak Terima Borok Terbongkar, Balai Kota DKI Kerahkan Pasukan Habisi Risma
Mora Sifudan
Risma sudah dua periode memimpin kota besar, Surabaya dan berakhir gemilang. Mungkin tak semetropolitan DKI, tetapi pada intinya problematikanya sama saja. Maka ketika dia diangkat sebagai menteri sosial, dia tahu persis apa yang harus dia lakukan untuk mengawali tugas, yaitu memastikan lingkungan sekitar kementeriannya terlepas dari problem sosial.
Ini menarik. Akan sangat janggal ketika seorang menteri sosial mau mengentaskan problem sosial di Indonesia yang sangat luas ini kalau di lingkungan sekitar kantornya saja, problem sosial tidak bisa diselesaikan. Maka tidak ada jalan lain kecuali pertama-tama menyelesaikan problem sosial di lingkungan sekitar kantor, barulah kemudian menjangkau yang lebih jauh.
Sebenarnya itu langkah yang paling sederhana. Sayangnya langkah Risma ini secara tidak sengaja justru membongkar borok Pemprov DKI Jakarta, ibu kota Indonesia. Blusukan Risma seolah mempertontonkan keburukan mulai dari gubernur sampai bawahan. Otomatis yang punya daerah marah besar, blingsatan kepanasan dan tidak tahu harus ke mana mukanya dipalingkan.
Sang gubernur yang sudah 28 hari positif covid-19 tiba-tiba negatif entah bagaimana bisa seperti itu. Dinas sosial langsung terjun ke lapangan membereskan apa yang sebelumnya berantakan. Mereka panik luar biasa.
Andai DKI tidak terlalu sombong untuk mengakui boroknya, tidak ada masalah. Kalau benar ada tunawisma, langsung saja dibereskan. Risma juga pasti senang dan tidak akan mencari-cari masalah DKI. Apalagi kalau mau bekerja sama, akan lebih baik lagi. Sayangnya DKI terlalu sombong mengakui itu sehingga mau tidak mau mereka harus mencari cara menutupi borok yang ada, bahkan sebisa mungkin menghabisi si pembuka borok, Risma.
Mulailah mereka menyusun strategi. Si wakil mengatakan tidak pernah menemukan tunawisma di DKI sejak dia masih kecil. Sang gubernur meminta dina sosial memastikan apakah yang ditemui Risma itu benar-benar tunawisma. Pasukan balai kota DKI pun mulai membantah sana-sini. Mereka menyuruh Risma untuk memperhatikan tunawisma dan kemiskinan di Jawa Timur. Ada pula yang membandingkan kemiskinan di Jawa Timur dengan di DKI.
Lebih menggelikan lagi, terutama bagi warga Surabaya. Pasukan balai kota DKI menunjukkan keadaan tunawisma di bahwa tol Waru dan mempertanyakan kenapa Risma dulu tidak blusukan ke sana. Mereka tidak tahu kalau tempat yang mereka tunjukkan itu berada di Sidoarjo, bukan Surabaya. Bagaimana mungkin Risma blusukan ke Sidoarjo? Bisa-bisa diusir bupatinya.
Tidak berhenti sampai di situ, serangan mematikan digencarkan melalui media sosial dengan menebar isu bahwa blusukan Risma itu adalah setingan. Orang yang ditemui Risma itu adalah orang PDIP, seorang penjual lukisan yang tiba-tiba berada di tempat lain dan bertemu dengan Risma. Intinya, Risma diisukan sedang bermain drama.
Isu blusukan setingan Risma ini kemudian diblow-up di media sosial, dijadikan berita oleh media arus utama, dan kembali jadi bahan pembicaraan di media sosial. Mereka berharap dengan begitu, Risma akan jatuh dan habis dibully.
Sayangnya serangan itu, walau sebenarnya mematikan, terlalu mudah untuk dibantah. Kenapa? Karena memang tidak ada blusukan setingan. Risma benar bertemu tunawisma. Tunawismanya ada, orangnya jelas, videonya ada dan semua bisa dibuktikan. Sementara isu mereka juga bisa diverifikasi dan ternyata hanya hoaks.
Sedemikian jahatnya mereka mau menghabisi Risma menggunakan hoaks. Mereka mengerahkan seluruh kemampuan hanya untuk menutupi borok gubernur seiman. Sampai-sampai wakil gubernurnya pun tiba-tiba jadi pikun lupa kalau di DKI dari dulu banyak tunawisma dan gelandangan.
Padahal menghadapi Risma itu cukup gampang. Kerjakan tugasmu, selesaikan persoalan yang ada dan jangan malas-malasan. Itu saja cukup. Tidak perlu ngeles, mencari-cari alasan, apalagi mau membantah dan menyerang balik. Kelar hidup lo…
Risma bukan tipe orang yang mencari-cari kesalahan orang lain. Dia tipe orang yang memang ingin menyelesaikan masalah yang ditemukan. Jika persoalan sudah selesai, ya sudah selesaikan masalah yang lain. Kalau persoalan terlalu rumit untuk diselesaikan, ya bekerja keras lagi agar persoalan selesai. Intinya masalah harus selesai. Jangan dibiarkan begitu saja apalagi mau ditutupi agar kelihatan selesai.
Risma juga bukan tipe orang yang suka bermain drama. Kalau dia mau marah, ya marah. Kalau harus menangis, ya menangis. Kalau bekerja, ya bekerja. Kalau sakit, ya sakit. Kalau harus sujud menyembah, akan sujud menyembah.
Saya masih ingat pasca tiga bom teroris di Surabaya ketika Risma bersimpuh di hadapan guru-guru agama se-Surabaya memohon agar guru mengajar peserta didik dengan pelajaran yang benar. Agar tidak terjadi lagi kejadian yang serupa. Dia meneteskan air mata. Jadi kalau warga DKI dan pasukan balai kota mau coba-coba menghabisi Risma dengan hoaks, sudahlah simpan saja tenagamu. Kami tahu siapa Risma karena kami sudah merasakan kepemimpinannya.
Salam dari rakyat jelata
No comments:
Post a Comment