https://seword.com/umum/lecehkan-lambang-negara-tempo-minta-dienyahkan-QZoQjgMB9B
*Lecehkan Lambang Negara, Tempo MINTA DIENYAHKAN Dari Bumi Indonesia*
Mora Sifudan
Sep 01, 2020
Tempo yang dulu dikenal dengan profesionalismenya, dengan suara nyaring nir tendensinya, yang menyuarakan apa yang ada dalam benak pembacanya, yang menjadi salah satu agen perubahan, kini sudah jadi pesakitan.
Insan pers memang menjadi hal penting dalam demokrasi. Media memang menjadi salah satu pengawas kekuasaan. Kekritisan media memang sangat diperlukan dalam alam demokrasi agar pemerintah dan kekuasaan tidak kehilangan jati dirinya. Tapi apalah jadinya kalau media seperti Tempo hanya ‘yang penting kontra pemerintah’ atau bahkan terkesan ingin menghantam pemerintah atau terkesan hanya untuk menimbulkan kegaduhan yang tidak penting.
Tempo sudah berkali-kali menciptakan kegaduhan yang tidak penting di negeri ini. Mulai dari berita yang tidak berimbang – sekelumit kesalahan pusat akan terlihat tapi semonas kesalahan pemkot DKI tak pernah diperhatikan, cover majalah yang menghinakan – seolah mereka bebas mengubah wajah orang sekehendak mereka sekalipun itu menyakiti sekumpulan orang, sampai membangun narasi seolah-olah memelihara buzzer untuk membungkam media - aneh bukan, masak iya sih pemerintah menggunakan buzzer untuk membungkam media? Sudah terlalu lemahkah media massa seperti tempo sampai mampu dibungkam buzzer?
Tempo sebenarnya sudah merasakan akibat dari tingkah laku medianya. Rating mereka terjun bebas dari bintang 4 menjadi bintang 1,7 di Playstore. Hujatan demi hujatan dari netizen sudah mereka terima. Belakangan, website mereka sampai diretas oleh akun anonim @xdigeembok, hanya karena Tempo dianggap media belagu yang bersembunyi di belakang kebebasan pers dan undang-undang pers.
Tidak jera, kali ini Tempo berulah lagi. Tidak cukup mereka mengolok-olok presiden dengan cover majalah, mereka malah melecehkan Garuda Pancasila di cover majalah mereka. Pelecehan bagaimana, silakan lihat gambar berikut ini dengan caption Tempo di Twitter:
Article
Caption: “Pandemi belum juga bisa ditangani. Tingkat positif sampel uji usap kembali meningkat. Ruang perawatan rumah sakit rujukan di berbagai kota pun kian padat. Ditengarai akibat aktivitas masyarakat yang mulai normal, termasuk ramainya masa liburan.” (@korantempo
Coba bandingkan dengan burung garuda Pancasila berikut ini:
Article
Adakah yang aneh? Ada dua hal penting menurut saya, yaitu sayap tercabik dan kepala menoleh ke kiri. Meski posisi ngangkangnya juga perlu dikritisi, tapi yang terparah adalah yang dua hal tersebut. Entah apa narasi yang mau dibuat Tempo, itu tidak penting lagi ketika cover majalah sudah merusak lambang negara.
Dari sekian banyak gambar Garuda Pancasila yang tersebar di media sosial, belum saya temukan seperti yang dibuat Tempo tersebut. Kecuali anak didik saya yang kelas 2 SD pernah menggambar burung garuda yang kepalanya menoleh ke kiri. Tapi itukan anak SD, sementara Tempo dipenuhi dengan orang-orang pers loh. Mau kita sebut pembuat gambar itu selevel anak SD, pasti tidak juga bukan?
Berkreasi adalah hak setiap orang, tetapi bukan berarti semua hal bisa dikreasikan seenak jidat. Terutama hal yang berhubungan dengan kehormatan negara. Demikian juga Tempo seharusnya paham betul apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Bukankah pengisi Tempo itu adalah jurnalis? Bukankah pimpinan sampai bawahan Tempo itu selama ini sok paham peraturan dan perundang-undangan? Atau mereka mungkin hanya paham undang-undang pers yang membuat mereka bisa selamat dari kesalahan?
Menurut Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan Pasal 46, “Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.”
Dan menurut Pasal 57, bagian a, “setiap orang dilarang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara.”
Maka Tempo alias tempe dalam hal ini telah melanggar Pasal 57 bagian a. Tempo sudah membuat rusak Lambang Negara. Walau tidak ada pernyataan mereka tidak bermaksud menodai, tetapi dengan menggambar Lambang Negara secara salah, mereka secara sadar sudah menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara.
Kalau memang Tempe merasa sudah tidak menghormati negara ini, ya sudah minggat saja dari Indonesia. Kalau mau menghina Indonesia tapi masih cari makan di Indonesia, tidak ada jalan lain selain pembacalah yang harus mengenyahkan Tempo dari bumi Indonesia. Tidak ada tempat di Indonesia ini bagi media yang tidak menghormati negara ini.
Saya pernah bentak siswa yang menjadikan Garuda Pancasila sebagai objek lemparan dengan kertas. Saya marah dan memintanya untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Saya maafkan, karena mereka masih anak SD yang mungkin tidak paham apa yang mereka perbuat. Tetapi untuk Tempo, tidak ada kata maaf, karena mereka tahu apa yang mereka perbuat dan mereka harus bertanggung jawab untuk itu.
Saya hanya meminta pembaca untuk memberi pelajaran kepada Tempo. Ada berbagai banyak cara. Salah satu cara adalah menyebarkan kesalahan Tempo ini sampai semua warga negara mengetahuinya – kecuali kadrun pengasong khilafah, karena mereka sedang tertawa menyaksikan ulah Tempo ini. Cara lain, walau sedikit terlihat jahat, pastikan rating Tempo di PlayStore dan AppStore tidak lebih dari 1 bintang.
_*Yang penting, enyahkan Tempo dari Bumi Indonesia.*_
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment