KENAPA ADA YANG MARAH KETIKA PUAN MAHARANI BERHARAP SUMATRA BARAT DUKUNG PANCASILA
Warga Sumatra Barat jangan marah dengan harapan Puan Maharani agar provinsi tersebut mendukung Pancasila.
Puan itu sekadar menyampaikan keprihatinan yang selama ini banyak dirasakan banyak orang di luar Sumbar.
Bahkan sebagian orang Sumbar dan orang Minang sendiri banyak yang merasa ada yang salah dengan provinsinya saat ini.
Sumatra barat adalah provinsi yang kental dengan praktek diskirminasi terhadap nonmuslim, terutama terhadap umat Katolik/Kristen.
Banyak pemuka agama dan adat di provinsi tersebut berdalih bahwa mereka sekadar menegakkan prinsip: adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah. Yang artinya masyarakat di sana menegakkan adat yang bersedikan syariah yang berlandaskan Al Quran.
Ini jelas mengherankan karena mereka seolah menyatakan bahwa Al Quran mengajarkan umat Islam untuk memusuhi dan menindas hak umat Kristen untuk beribadat. Dengan landasan picik semacam itulah, pelarangan demi pelarangan pun dilakukan.
Beberapa bulan yang lalu, Gubernur Sumatra Barat melarang aplikasi injil berbahasa Minang. Menurut Gubernur, dia melakukannya karena desakan para pemuka Islam di sana. Itu maksudnya apa? Kalau orang-orang Sumatra Barat memang Pancasilais, mereka pasti akan gembira menyaksikan umat Kristen di sana memiliki Injil berbahasa Minang.
Para pemuka adat (disebut Ninik Mamak) di Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, pada 20 Desember 2005 menyatakan bahwa kegiatan perayaan dan peribadatan non muslim dilarang dilakukan di daerah itu karena bertentangan dengan adat Minangkabau.
Pada 23 Desember 2005, lahir Surat pernyataan Bersama Ormas Islam, Pemuda islam, LSM dan Tokoh Masyarakat Kecamatan Kamang Baru. Surat ini ditandatangani Majelis Ulama Indonesia, Muhammadiyah, Forum khuwah Pemuda Islam, KNPI, BKMT, dan PERTI.
Melalui surat itu, mereka menyatakan penolakan terhadap segala bentuk kegiatan ibadat umat Kristen, termasuk kebaktian mingguan dan peringatan hari natal. Tapi bukan itu saja. Mereka juga menolak jual beli tanah dengan umat Kristen. Menolak pemakaman non muslim. Pernyataan-pernyataan itu kemudian benar-benar dijalankan oleh Pemerintah Nagari di sana.
Yang saya kutip ini memang hanya berasal dari satu Kecamatan. Tapi bahwa ketetapan tersebut masih digunakan sampai saat ini – 15 tahun setelah dikeluarkan – untuk melarang umat Kristen beribadat, membeli tanah dan dimakamkan di wilayah tersebut sudah menunjukkan betapa pemerintah daerah membiarkan penindasan ini terjadi
Dan yang lebih mengkhawatirkan adalah sangat mungkin pola serupa terjadi di banyak daerah lain di Sumatra Barat.
Karena itulah kita mungkin sering mendengar adanya kabar pelarangan ibadah, pelarangan Natal, pelarangan pembangunan gereja, atau bahkan sekadar pelarangan renovasi gereja di Sumatra Barat.
Mereka sangat percaya tanah Sumatra Barat itu hanya diperuntukkan bagi umat islam. Hak-hak kaum non-muslim dengan gampang ditiadakan. Ini jelas-jelas anti Pancasila.
Peringatan Puan ini adaah momentum bagi warga Sumatra barat untuk introspeksi diri. Seperti saya katakan, Puan hanya menyampaikan keprihatinan banyak orang. Banyak orang prihatin bahwa Sumatra Barat yang dulu dikenal sebagai pusat kaum intelektual yang berpikiran terbuka, pluralis, demokratis, sekarang seperti berjalan mundur ke abad kegelapan.
No comments:
Post a Comment