Monday, May 27, 2019
Rule of Karma 1966-2019
Rule of Karma 1966-2019
Oleh: Christianto Wibisono
Hukum alam dalam peribahasa pelajaran Budi Pekerti, “siapa menabur angin akan menuai badai”.
Dalam bahasa politik ada: “tit for tat, quid pro quo” Golden Rule ada disemua agama dengan pelbagai versi.
Yang positif berupa anjuran berbuat baik : do unto others what you want others do unto you”.
Yang berupa larangan : do not do unto others what you dont want others do unto you”.
Anti memoirs 74 tahun saya penuh dengan contoh tit for tat atau quid pro quo.
Pada akhir riwayat politiknya; Bung Karno mereshuffle Kabinet Dwikora II menjadi kabinet 100 menteri pada 24 Februari 1966 yang hanya akan berusia 32 hari. Sebab pada 28 Maret 1966 harus direshuffle lagi jadi Kabinet Dwikora III dengan penciutan jumlah menteri secara drastis.
15 menteri kabinet termasuk dua waperdam Subandrio dan Chairul Saleh ditangkap oleh Letjen Soeharto selaku Pangkopkamtib, pengemban Supersemar. Secara ajaib, 32 tahun kemudian, kabinet terakhir Soeharto: Kabinet Pembangunan VII, yang dilantik 16 Maret 1998 hanya akan berusia 66 hari. Karena pada 21 Mei 1998, 15 menteri kabinetnya akan membelot dan tidak bersedia ikut reshuflle lagi.
Maka Soeharto lengser 21 Mei 1998.
Tuhan bekerja diluar rencana manusia.
Tanggal 21 Mei 2019, 21 tahun setelah suksesi bernuansa people power melalui tragedi The Rape of Jakarta 12-14 Mei 1998, sebagian oknum elite mendaur-ulang skenario perkosaan penjarahan Mei 1998 dengan “The Battle of Bawaslu”. Provokasi daur ulang Mei 1998 gagal total karena Tuhan tidak membiarkan repetisi kudeta 1966 dan 1998. Ditujukan kepada Presiden ke-7, Jokowi yang deserve melanjutkan periode kedua
Raja pemenang akan mengakhiri nyawa pesaingnya. Pemilihan umum modern Barat lah yang memperkenalkan agar pertikaian politik diselesaikan dengan metode: “from the bullet to the ballot” Menggantikan cara kudeta primitif penusukan keris ala Brutus Ken Arok thd petahana. People power sudah bicara melalui pemilu tgl 17 April 2019 dan sudah nyata Jokowi menang 55% meski “meresahkan” bahwa 45% pemilih masih memilih penantang.
Kalau ini terjadi dizaman Airlangga maka Kahuripan dibagi dua antara Kediri (Daha) dengan Jenggala. Atau seperti pembagian Mataram jadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogjakarta. Ini pun dibelah lagi ada Mangkunegaran dan Paku Alaman sehingga pecah jadi 4 “kerajaan gurem ex Mataram”.
Pola suksesi “Mataram” dengan “international watchdog” VOC kemudian Hindia Belanda itu diteruskan dengan riwayat lengsernya presiden pertama dan kedua.
Melalui pola Brutus Ken Arok yang persis dengan karma Keris Empu Gandring yang di tikamkan ke Bung Karno 1966 dan ke Jendral Soeharto 1998.
Suksesi model Ken Arok modern itulah yang mau dipraktekkan pada 22 Mei 2019 melalui rute rahasia ke Brunei.
Kamis 16 Mei 2019, capres 02 take off dari Halim pukul 12.10 dan balik ke Halim 20.12 hanya 8 jam 2 menit diluar Indonesia.
21 tahun sebelum itu mertuanya Soeharto dianjurkan pulang oleh Dubes RI untuk Mesir, Maftuh Basyuni. Yang saking daruratnya, memakai sarung untuk packing dan untuk dipakai di pesawat karena mendadak harus pulang 15 Mei 1998 dari Cairo.
Kutukan Cairo berulang karena itulah perjalanan ke luar negeri terakhir Soeharto mendaur ulang tour Bung Karno ke Cairo dengan agenda terus ke KAA 2 di Algiers Juni 1965. Itulah perjalanan terakhir Bung Karno ke luar negeri yang diulangi Soeharto 1998.
Kini 2019 karma politik capres 02 seolah mendaur ulang 1966 dan 1998. Tapi Algorithme Big Data, The Almighty God bekerja unik lebih hebat dari istana Kertanagara.
Pada awal 1958 masih menyaksikan Prof Sumitro diberi peluang menghindar dari penahanan oleh kejakgung karena terlibat pemberontakan PRRI Permesta dan selama 10 tahun self exile di luar negeri.
Sumitro langsung jadi Menteri Perdagangan lagi pada 1968. Lalu belok ke Menriset 1973-1978, dan 1983 jadi besan Presiden kedua RI.
"Dewan Besan" pecah pada 1998 dengan kemarahan Soemitro karena anaknya dipecat oleh mertuanya.
Kini thn 2019, sejarah 1998 itu ingin didaur ulang oleh oknum yang mimpi kembali pada kejayaan Orba.
Tapi “Sunan Solo kini” dengan tegas menghadapi “pemberontakan” di areal Bawaslu Sarinah” .
Pidato Jokowi 22 Mei adalah pidato Sultan Agung Mataram modern, menolak kudeta Mataram gurem yang ingin memecah belah Indonesia menjadi “sempalan Mataram bubar yang berkiblat ke ISIS/HTI.
Indonesia tidak boleh dibelah dua seperti Kahuripan jadi Daha dan Jenggala. Juga tidak boleh diserpih jadi 4 “mataram gurem” .
Indonesia harus tetap jadi Indonesia, elitenya kalau mau jadi presiden ya bersaing melalui pemilihan umum, kalau kalah, ya sabar dan menanti 5 tahun lagi.
Kini , sesuai undang2 telah membatasi 2 term utk jabatan presiden di Indonesia, untuk mencegah terulang nya era orde baru yg dipimpin seseorang selama 32 tahun.
http://indonews.id/mobile/artikel/21340/Karma-Politik-Indonesia/
Perlu Anda Baca:
Rule of Karma 1966-2019
Reviewed by JMG
on
May 27, 2019
Rating: 5
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment