Sebagai pemilih cerdas, harus berupaya cari tahu dan membandingkan visi misi, prestasi, rekam jejak calon legislatif dan calon presiden/wakil presiden.
Prosedur agar bisa ikut Pemilu 2019 bagi pemegang hak pilih yang sedang tidak berada di lokasi asal e-KTP miliknya, masih jadi topik yang menarik banyak orang, sekitar 1,5 bulan menjelang Hari H.
Setidaknya, hal itu terungkap dalam Sosialisasi Pemilu 2019 Menjadi Pemilih yang Bijak, Cerdas, dan Berhikmat, di Aula Gereja Santa Bernadet Ciledug Tangerang, Minggu (3/3/2019).
Ahmad Syailendra, Ketua KPU Kota Tangerang, mengatakan, apa saja yang dilakukan pihaknya menjelang hari pencoblosan, termasuk hak-hak pemilih pindah lokasi di atas.
Sebelumnya Manuel V Valencia CICM sebagai tuan rumah mengatakan bahwa sosialisasi pemilu ini sangat penting.
BACA JUGA : Kapan Sesungguhnya Kebohongan Itu Di Mulai Dalam Perpolitikan
Terutama, kata Manuel, karena rakyat harus memilih langsung wakil serta pemimpin, sehingga negara ini bisa berjalan dengan baik.
"Mereka akan menentukan ke mana negara kita berkembang," kata Manuel dalam keterangan tertulis, Senin (4/3/2019).
Itu sebabnya, seluruh rakyat Indonesia harus terlibat, termasuk umat Katolik.
Indra, panggilan akrab Syailendra, menyampaikan bahwa selain hal-hal teknis, Pemilu 2019 memiliki banyak tantangan.
Salah satunya adalah berita hoaks yang beberapa kali menimpa KPU sebagai penyekenggara pemilu.
"Surat suara tercoblos tujuh kontainer, e-KTP WNA. Itu semua hoaks, sehingga kami perlu cerdas. Saat menerima informasi, teliti dulu jangan langsung sebar," katanya.
Tantangan lain adalah politik uang dan kampanye SARA.
"Tapi di kota Tangerang yang paling dominan adalah hoaks," kata Indra.
Anggit, seorang pemilih pemula sempat melempar keprihatinan akan praktek politik uang yang disinyalir marak pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Soal tersebut, Indra menyarankan, agar dilaporkan ke petugas Bawaslu di kecamatan.
"Harus dengan bukti ya, agar bisa ditindaklanjuti," tegasnya.
Pemilu 2019 ini, menurut Indra, adalah Pemilu terbesar karena nanti para pemilih mendapatkan lima kertas suara, yakni untuk memilih DPD, DPRD II, DPRD I, DPR, serta presiden/wakil presiden.
Maka, hingga sekarang pihaknya masih giat melakukan sosialisasi dan beberapa kali simulasi.
"Nantinya, penghitungan dilakukan di kecamatan, bukan di kelurahan," katanya.
Semua hasil rekapitulasi di TPS akan di-scan dan tayang di laman KPU.
"Agar rakyat juga bisa ikut mengawasi. Kami senang kalau banyak yang mengawasi," katanya.
Begitupun dengan para pemilih pindah lokasi yang masih dapat mengurus dokumen agar bisa menunaikan hak mereka 17 April nanti.
Hanya, ia menekankan, pemilih pindah lokasi yang mencoblos di luar provinsi sesuai e-KTP akan menerima 1 surat suara saja, yakni untuk Pilpres.
Karena harus mencoblos 5 kertas suara, para pemilih pun diharap sudah memantabkan hati pada pilihan mereka, sebelum masuk bilik.
Indra menjawab pertanyaan dari peserta bernama Harry, bahwa nama-nama caleg sudah bisa dilihat di laman KPU.go.id. Jadi,
"Pemilih tidak lama-lama di bilik suara," kata dia.
Cermat membandingkan
Agar jadi pemilih cerdas, Indra menyarankan agar rakyat mengamati rekam jejak para caleg.
"KPU sudah dua kali mengumumkan caleg yang mantan napi koruptor," katanya.
Ia berharap hal itu berguna bagi para pemilih.
Pasalnya, azas pemilu bukan lagi sebatas Luber seperti zaman Orde Baru, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, tapi juga jurdil alias jujur dan adil.
Yustinus Prastowo, pemerhati kebijakan publik, sebagai pembicara selanjutnya menyatakan hal yang kurang lebih sama.
Sebagai umat Katolik dan warga negara Indonesia, adalah penting untuk ikut dalam hajatan politik lima tahunan ini. "Politik itu adalah keterlibatan," katanya.
Yang paling sederhana adalah menunaikan hak untuk memilih wakil dan pemimpinnya.
"Ingat, memilih itu membandingkan!" ujar Prastowo.
Maka, sebagai pemilih cerdas, harus berupaya mencari tahu dan membandingkan visi misi, prestasi, rekam jejak para calon legislatif dan calon presiden/wakil presiden.
Prastowo mengungkapkan bahwa lazimnya umat Katolik banyak terlibat di masyarakat, termasuk berpolitik.
"Hanya saja, dalam pertimbangan praktis kondisi belakangan ini, banyak yang menarik diri," ujarnya.
Padahal, menurut Paus Benediktus seperti dikutip Prastowo, pemerintahan yang baik hanya dapat dijalankan oleh orang-orang yang baik.
"Dan mereka hanya akan memimpin jika kita pilih. Maka penting untuk terlibat dalam Pemilu 2019," katanya.
Terkait dengan keterlibatan, Prastowo mengutip seruan moral dari Komisi Kerawam KAJ. Jadi orang Katolik harus punya pengetahuan memadai (cognitive), dengan pertimbangan cukup (affective) berpegang pada Ajaran Sosial Gereja, dan sejenisnya, punya kemampuan menganalisa (reflective), serta memiliki kemauan bertindak (action) untuk menghadapi kondisi yang terjadi akhir-akhir ini.
Yang pasti, menurut Prastowo, ada baiknya rakyat meneliti latar belakang calon wakil atau pemimpinnya.
"Sebaiknya pilih yang pro-toleransi, nasionalis, berintegritas, punya tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama," kata dia.
WARTA KOTA, PALMERAH
Editor: Aloysius Sunu D
http://wartakota.tribunnews.com/2019/03/04/serbuan-hoaks-kalahkan-politik-uang-dan-sara
Tuesday, March 5, 2019
Yustinus Prastowo: Serbuan Hoaks Kalahkan Politik Uang dan SARA
Yustinus Prastowo: Serbuan Hoaks Kalahkan Politik Uang dan SARA
Reviewed by JMG
on
March 05, 2019
Rating: 5
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment