By Babo EJB
Rizal Ramli sebagai mantan Menteri dan pengamat ekonomi kawakan, tidak seharusnya tendesius terhadap Ahok dengan menyebut “ Ahok cuma kelas Glodok”., sehingga tidak pantas memimpin BUMN sekelas Pertamina. Satu satunya yang saya tidak suka adalah apabila ada orang menyerang secara personal, apalagi dikaitkan dengan rasis dan bersifat pembunuhan karakter. Saya ingin membuka gambar utuh terhadap satire merendahkan dengan sebutan “ kelas Glodok”.
Ok. Semua tahu kalau glodok itu identik dengan etnis China. Apa salahnya kelas Glodok. Rendah? Pastinya tidak. Mereka pedagang ulet yang tidak dapat fasilitas dari pemerintah. Mereka berdagang di kios yang harganya mahal. Mereka tidak dapat fasilitas lapak kaki lima di trotoar atau bahu jalan, yang bayar ala kadarnya. Mereka bayar pajak dan tidak hidup dari subsidi. Mereka tidak berbisnis rente yang menguras APBN lewat proyek fiktif atau mark up. Mereka tidak terlibat mafia komoditas yang mengontrol stok dan harga, yang mengakibatkan ekonomi nasional tidak efisien. Mereka terbiasa berkompetisi dan mengambil resiko karena itu.https://politikandalan.blogspot.com
Namun apakah kehidupan “ kelas Glodok” itu lebih rendah dari kelas pejabat dan atau ekonom? Tidak. Mereka yang berdagang di GLodok itu punya standar penghasilan kelas menengah atas. Sebagian besar putra putri mereka sekolah di Amerika. Tinggal di real estate. Liburan di pusat wisata kelas dunia. Mereka bukan komunitas kaleng kaleng yang ngeluh rumahnya digusur. Yang mengeluh pasar sepi pengunjung. Mereka tangguh dan kreatif mengatasi masalah yang tidak ramah. Mental mereka bukan mental KW yang doyan nasi bungkus dan uang lendir.
Apakah kehidupan seperti “kelas glodok “ itu mudah? tidak! Pastinya butuh kecerdasan luar biasa untuk survival. Tapi pastinya lebih mudah hidup sebagai Rizal Ramli. Pengamat ekonomi, modal cuma congor dapat uang. Modal retorika dapat fee. Modal kasak kusuk dapat jabatan Menteri dan hasilnya hanya cerita tanpa bukti , dan pantas dipecat. Modal gaya intelek dapat istri artis yang janda. Tentu dengan kemudahan dan kemelimpahan pujian itu memabuat RR dengan mudah pula merendahkan orang lain. Tapi pada waktu bersamaan jusru merendahkan dirinya sendiri.
Ahok itu secara pendidikan, dia mumpuni. Dia insinyur geologi. Mendapatkan master dibidang Management. Punya pengalaman sebagai pengusaha dan profesional. Punya pengalaman sebagai politisi dan berkantor di Senayan, dengan track record bersih. Jadi bupati terbaik. Menurut Sri Mulyani, semasa kepemimpinan Ahok, terjadi penghematan APBD DKI yang sangat luar biasa. Dengan modal sekecil-kecilnya ahok mampu membangun dengan maksimal. Ahok juga berhasil membongkar Dana Siluman di Jakarta sebesar Rp.12T. Dari hasil audit terbukti dari pendapatan APBD DKI yang spektakuler.
Bagaimana pendapat Jokowi ? Pujian diberikan Jokowi karena Ahok dan jajarannya di DKI dinilai cerdas mencari sumber pendanaan pembangunan di luar APBD. Atau AHok jago mengelola APBD berdasarkan kinerja. Sebagai contoh konkrit adalah Simpang Susun Semanggi alias Semanggi Interchange tanpa menggunakan dana APBD. Semua pembiayaan di luar APBD itu didukung dengan legalitas yang kuat dan transfarance. Jadi kalau Rizal Ramli bilang Ahok mendapatkan dana non budgeter itu ilegal, jelas salah total. RR tidak paham aturan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan kinerja.
Kalau sampai AHok jadi Preskom atau Dirut Pertamina, itu jelas bukanlah politik balas budi. Itu murni karena alasan kompetensi dan kapabilitas serta trust. Secara hukum tidak ada yang dilanggar bila Ahok terpilih jadi boss pertamina. Saya tidak mengerti, mengapa selalu menilai orang dengan cara merendahkan profesi dan etnis. Apakah kehilangan alasan rasional untuk menjegal Ahok jadi pejabat BUMN. Kalau memang tidak bisa cerdas berargumen, sebaiknya diam.
https://politikandalan.blogspot.com/2019/11/ahok-cuma-kelas-glodok.html
No comments:
Post a Comment