Ayo! Bagikan artikel ini ke Facebook atau Twitter, biarkan teman-temanmu tahu...
Dr. Ng. Radiman Tjitrowardojo yang mempunyai nama kecil Mas Bei Radiman, adalah seorang dokter pribumi pertama di Jawa. Beliau dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1849 dari keluarga Kyai dan Nyai Honggrodrono, pemuka masyarakat di desa Baledono kabupaten Purworejo.
Adanya dampak atas kebijakan balas-budi (politic etis) pada masa pemerintah kolonial Belanda sejak pertengahan abad XIX, akibat dorongan kalangan humanis di Negeri Belanda guna memperbaiki kondisi rakyat negara jajahan, maka sebagai putra dari keluarga terpandang Kyai Honggodrono, Radiman Tjitrowardojo mendapat kesempatan untuk menimba ilmu di berbagai lembaga pendidikan di masa penjajahan.
Radiman Tjitrowardojo dikenal sebagai pemuda yang cerdas, hingga berkesempatan menuntut ilmu kedokteran di Universitas CDG Leiden Belanda dan berhasil memperoleh gelar Diploma Dokter Djawa pada 22 Desember 1868 (saat itu beliau masih berusia usia 19 tahun). Saat itu hanya beberapa orang bumiputra yang memperoleh pendidikan dan berhasil menjadi Dokter. Bahkan hingga tahun 1945 tak lebih dari 500 orang yang berhasil menamatkan pendidikan perguruan tinggi di berbagai disiplin ilmu.
Kariernya diawali dari diangkatnya sebagai Terbeschikking Resident di Semarang dan tujuh bulan kemudian (12 Agustus 1869) diangkat menjadi Assisten Leerar Sekolah Dokter Jawa Weltervreden. Selain itu juga pernah mengajar di sekolah kedokteran STOVIA (Jakarta), yang berarti pada waktu itu beliau merupakan dosen senior dari Pahlawan Nasional Pergerakan Kebangsaan, yaitu : dr. Soetomo, dr. Wahidin Soedirohoesodo, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan dr. Muhammad Sulaiman.
Dr. Ng. Radiman Tjitrowardojo merupakan kakek buyut dari Presiden RI ke-3 Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie dari garis keturunan sang ibu.
Pernikahan Dr. Ng. Radiman Tjitrowardojo dengan R. Ng. Soeratinah dikaruniai 7 anak, di antaranya adalah Rr. Goemoek. Pernikahan Rr. Goemoek dengan R. Poespowardojo juga dikaruniai 7 anak, salah satunya bernama Toeti Saptomarini alias Toeti Marini Poespowardojo lahir pada 23 Maret 1909, yang kemudian dikenal sebagai ibu dari BJ. Habibie sesudah menikah dengan Abdul Jalil Habibie, seorang pria bangsawan Bugis asal Pare-pare, Sulawesi.
Abdul Jalil sendiri adalah seorang terpelajar yang menjabat sebagai Landbouw Consullent di Afdeling Pare-pare, yang membawahi sejumlah unit-unit kerja pertanian.
Selain menikah dengan R. Ng. Soeratinah, Dr. Ng. Radiman Tjitrowardojo juga menikahi R. Ng. Soetinah. Uniknya dalam keluarga istri keduanya lebih dikenal sebagai kakak oleh putra-putrinya, walau darinya terlahir 14 anak, hingga ke-21 anak-anaknya Dr. Ng. Radiman Tjitrowardojo hanya mengenal satu ibu, yaitu R. Ng. Soeratinah.
Dr. Ng. Radiman Tjitrowardojo wafat pada 11 Juli 1922 dan dimakamkan di lereng Bukit Geger Menjangan yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan pasarean ndokteran (Makam Kedokteran) karena memang keturunan almarhum Dr. Ng. Radiman Tjitrowardojo yang dimakamkan di situ kebanyakan dokter. Lokasi makamnya pun tidak jauh dari makam ulama besar Kyai Imam Puro.
Kini nama Dr. Tjitrowardojo resmi menjadi nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kabupaten Purworejo. Dr. Tjitrowardojo menggantikan nama sebelumnya RSUD Saras Husada, setelah diresmikan pada tanggal 26 September 2015. Launcing perubahan nomenklatur dilakukan bersama Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie yang merupakan cucu buyut dari Dr. Ng. Radiman Tjitrowardojo.
Dalam silsilahnya K Honggodrono adalah saudara K Singodrono yg kememudian diabadikan menjadi dusun Singodranan keduanya adalah.putra dari Adipati Gagak Prenolo 2 ,Adipati Loano
AMIN RASIS MEMANG BANGSAT SEJATI !!!
Kilas Balik Kelakuan Amien Rais Saat Melengserkan Alm. BJ Habibie.
Sedikit menengok ke belakang, BJ Habibie saat menjabat Presiden RI memang cuma setahun. Beliau sukses membawa Indonesia yang kala itu sedang kolaps dari kepemimpinan orde baru menuju yang baik dan sehat.
Namun, dalam setahun itu, ada juga prestasi luar biasa yang hingga kini masih dinikmati, yakni dibukanya kran kebebasan pers.
Sekelumit drama detik-detik BJ Habibie dilengserkan oleh MPR dalam Sidang Istimewa, tanggal 14 Oktober 1999 silam.
Ketua MPR saat itu, Amien Rais, menyatakan tidak menerima laporan pertanggungjawaban Habibie.
Di gedung terhormat yang diisi oleh para orang-orang terhormat, dia (Alm BJ Habibie) dipermalukan seperti begal tak berharga.
Pada 14 Oktober 1999 silam, di Sidang Istimewa MPR, hari itu B.J Habibie sebagai Presiden yang menjabat pasca lengsernya Soeharto, memasuki ruang sidang istimewa MPR yang dipimpin oleh Amien Rais sebagai ketuanya.
Adalah kelaziman protokoler, apabila seorang presiden memasuki ruangan, maka seluruh hadirin menyambutnya dengan berdiri.
Tetapi di layar tivi yang menyiarkan acara ini ke seantero nusantara, pemirsa menyaksikan bagaimana selangkah setelah kaki Habibie memasuki ruangan sidang, gedung MPR tiba-tiba bergemuruh dengan suara: Huuuuuuuuuuuuu berkepanjangan!
Koar itu bergema dari mulut hampir seluruh peserta sidang, dan ditimpali pula oleh teriakan ejekan dari beberapa lintir orang.
Di tivi, Habibie melangkah ringan menuju samping podium dengan tetap melempar senyum lebar ke arah para anggota majelis, yang sebagian tak beranjak dari duduknya.
Cemohan itu baru berhenti setelah Habibie menempati tempat duduknya.
Habibie disidang seperti pesakitan!
Cukup sampai di situ?
Tidak!
Hinaan dan cemoohan itu justru berlanjut manakala Habibie berdiri di podium kenegaraan, untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban presiden.
Hampir sejam Habibie menyampaikan pidato yang berisi keberhasilan Indonesia yang mampu entas dari keterpurukan ekonomi dan politik pascatumbangnya Soeharto, tapi tak sekalipun applause tepuk tangan menyambut pidatonya.
Justru, berulang kali pidatonya terinterupsi oleh suara gaduh dan teriakan, yang tak sekalipun ditegur oleh pimpinan sidang.
Sementara anggota yang tak gaduh dan berteriak, lebih memilih lelap dan tertidur.
Puncaknya ketika pada 20 Oktober 1999, palu sidang yang diketok Amien Rais, menyatakan secara bulat penolakan pertanggungjawaban Habibie sebagai presiden.
Artinya; Habibie dianggap tak becus mengemban amanat sebagai presiden, dan kerja kerasnya memulihkan keterpurukan Indonesia, tak dianggap punya nilai apa-apa.
Bagi pria kelahiran Pare-pare ini, cemoohan dan hujatan sejatinya tak pernah membuatnya risau.
Sebab nyaris tiap kesempatan selama setahun lebih menjadi Presiden, dirinya tak pernah lepas dari hujatan.
Pria yang kala senggang jarinya tak pernah lepas dari tasbih ini, memaklumi hujatan itu sebagai eforia kebebasan pascareformasi.
Tetapi, tatkala kerja keras dan segala daya upayanya dicampakkan sebagai hal yang tak bernilai, B.J Habibie tak mampu menutupi kesedihan hatinya.
Di malam hari setelah MPR menolak pertanggungjawabannya, Habibie menyampaikan pidato yang secara tersirat hendak pamit dari hiruk pikuk dunia politik Indonesia.
Dia hendak menepi serta menarik diri dari segala tetek bengek politik dan kekuasaan.
DanIndonesia kini benar-benar menyaksikan bagaimana setelah meletakkan jabatannya sebagai presiden, Habibie tak sedikitpun tergiur untuk kembali ke dunia politik dan kekuasaan.
Tatkala beberapa mantan pejabat begitu sulit melepaskan diri dari post power syndrome alias sindrom ingin berkuasa kembali, Habibie justru tetap hening dan tak terpancing untuk tampil kembali.
Habibie memang berhasil menepi dan menarik diri..tetapi beliau tidak bersemedi.
Di hari tuanya sepeninggal Ibu Ainun, beliau masih tetap berkontribusi bagi negeri dengan begitu banyak sumbangsih ilmu dan terobosan teknologi. Habibie memilih menjadi guru bangsa dan teladan abadi, kendati negeri ini pernah mencaci maki dan menghinanya.
Akhir perjalanan politik sampai tua, BJ Habibie dikenang selalu dan Amien Rais menjadi tokoh jalanan seperti yang diungkapkan oleh Alm. Gusdur
Selamat jalan Professor Habibie..Doa tulus dari kami anak negeri, semoga tempat terbaik untukmu.
Alfatihah
https://politikandalan.blogspot.com/2019/09/mengenang-riwayat-dr-radiman.html
https://m.tribunnews.com/nasional/2019/09/11/bj-habibie-meninggal-dunia-kilas-balik-saat-dilengserkan-amien-rais-dalam-sidang-istimewa-mpr-1999
SELAMAT JALAN, RUDY..
9 Maret 1962.
Saat itu malam hari raya Iedul Fitri.
Rudy - panggilan BJ Habibie - mengajak jalan Ainun. Ia ingin mengajaknya nonton bioskop, tapi sayang karena udara begitu cerah.
Akhirnya mereka berjalan kaki menyusuri sepanjang kampus ITB. Hati Rudy berdetak tidak karuan. Ada yang ingin ia sampaikan. Tapi ia begitu malu. Sampai terlintas dalam pikirannya, "Kalau tidak sekarang, kapan lagi ?"
Lalu ia memberanikan diri bertanya, "Ainun, maaf. Saya tidak ingin mengganggu masa depanmu. Tapi, apakah kamu punya kawan dekat ?"
Ainun, dengan detak jantung yang sama cepatnya, terdiam lama. Lalu ia menghadapkan tubuhnya ke arah Rudy sambil menjawab dengan lirih, "Tidak. Saya tidak punya kawan dekat.."
Hati Rudy bersorak. Perasaan yang sudah lama dipendamnya mendapatkan jawaban. Sesudah malam itu, merekapun selalu bersama, saling berbincang dan saling menyatukan hati hingga menikah pada tahun yang sama.
Perjalanan hidup kedua manusia ini menjadi cerita romansa yang tidak ada habisnya. Mereka tidak pernah berjauhan. Tidak sedikitpun. Ainun selalu mengikuti kemana Rudy pergi, sampai kekasihnya menjadi Presiden RI.
Tetapi janji itu putus sudah. Ainun harus pergi tanpa bisa meminta. Betapa hancurnya hati Rudy saat itu. Ia ingin menangis tapi suaranya tidak pernah keluar. Tubuhnya lunglai tanpa ia mampu menegakkan.
"Saat ini saya tidak takut lagi menunggu kematian, karena Ainun menunggu disana.." Perih hatinya menjadi sukacita. Ia menunggu hari-harinya dengan senyum kekasihnya yang selalu ada di setiap malam ketika rasa sepi membunuhnya.
Malam ini, Profesor Dr Ing Bacharuddin Jusuf Habibie, dengan tersenyum menuju ke tempat hatinya berada. Ke tempat Ainun menunggunya dengan senyum yang tak pernah ada habisnya.
Ia berbahagia ketika seluruh bangsa menangis ditinggalkannya. Hati ini hancur seperti hancurnya Rudy ketika Ainun meninggalkannya.
Rudy dan Ainun, mereka bersama menari di alam yang berbeda. Mereka memang tidak terpisahkan.
Tidak akan pernah...
Denny Siregar
https://politikandalan.blogspot.com/2019/09/mengenang-riwayat-dr-radiman.html
REALITA .....
BJ HABIBIE
Ternyata kembali ke nol .... tidak ada yang dapat dibanggakan.... dulu bangga dengan jabatan apa itu Nakhoda apa itu KKM apa itu Direktur apa itu Bos perusahaan besar ......... busiiiit semua 🤭🤭🤭😭😭😭😭😭😭.
Ungkapan Hati BJ Habibie soal akhirat yang bikin merinding
8 Jan 2019
NONSTOPNEWS.ID - Pidato BJ Habibie viral. Mantan Presiden RI ini menuliskan tentang kisah hidupnya.
SAAT KEMATIAN ITU KIAN DEKAT.
KALAULAH SEMPAT ? Renungan utk kita semua !!!!
--------------------( by BJ Habibie ketika berpidato di Kairo, beliau berpesan "Saya diberikan kenikmatan oleh Allah ilmu technology sehingga saya bisa membuat pesawat terbang, tapi sekarang saya tahu bahwa ilmu agama itu lebih bermanfaat untuk umat .Kalo saya disuruh memilih antara keduanya maka saya akan memilih ilmu Agama." )
Sepi penghuni...
Istri sudah meninggal...
Tangan menggigil karena lemah...
Penyakit menggerogoti sejak lama...
Duduk tak enak, berjalan pun tak nyaman... Untunglah seorang kerabat jauh mau tinggal bersama menemani beserta seorang pembantu...
Tiga anak, semuanya sukses... berpendidikan tinggi sampai ke luar negeri...
» Ada yang sekarang berkarir di luar negeri... »
Ada yang bekerja di perusahaan asing dengan posisi tinggi... »
Dan ada pula yang jadi pengusaha ...
Soal Ekonomi, saya angkat dua jempol » semuanya kaya raya...
Namun....
Saat tua seperti ini dia "merasa hampa", ada "pilu mendesak" disudut hatinya..
Tidur tak nyaman...
Dia berjalan memandangi foto-foto masa lalunya ketika masih perkasa & enegik yg penuh kenangan
Di rumah yang besar dia merasa kesepian, tiada suara anak, cucu, hanya detak jam dinding yang berbunyi teratur...
Punggungnya terasa sakit, sesekali air liurnya keluar dari mulutnya....
Dari sudut mata ada air yang menetes.. rindu dikunjungi anak-anak nya
Tapi semua anak nya sibuk dan tinggal jauh di kota atau negara lain...
Ingin pergi ke tempat ibadah namun badan tak mampu berjalan....
Sudah terlanjur melemah...
Begitu lama waktu ini bergerak, tatapannya hampa, jiwanya kosong, hanya gelisah yang menyeruak...
sepanjang waktu ....
Laki-laki renta itu, barangkali adalah Saya... atau barangkali adalah Anda yang membaca tulisan ini suatu saat nanti_
Hanya menunggu sesuatu yg tak pasti...
yang pasti hanyalah KEMATIAN.
Rumah besar tak mampu lagi menyenangkan hatinya..._
Anak sukses tak mampu lagi menyejukkan rumah mewahnya yang ber AC...
Cucu-cucu yang hanya seperti orang asing bila datang..._
Asset-asset produktif yang terus menghasilkan, entah untuk siapa .?
Kira-kira jika malaikat "datang menjemput", akan seperti apakah kematian nya nanti.
Siapa yang akan memandikan ?
Dimana akan dikuburkan ??
Sempatkah anak kesayangan dan menjadi kebanggaannya datang mengurus jenazah dan menguburkan?
Apa amal yang akan dibawa ke akhirat nanti?
Rumah akan di tinggal, asset juga akan di tinggal pula...
Anak-anak entah apakah akan ingat berdoa untuk kita atau tidak ???
Sedang ibadah mereka sendiri saja belum tentu dikerjakan ???
Apa lagi jika anak tak sempat dididik sesuai tuntunan agama??? Ilmu agama hanya sebagai sisipan saja..._
"Kalau lah sempat" menyumbang yang cukup berarti di tempat ibadah, Rumah Yatim, Panti Asuhan atau ke tempat-tempat di jalan Allah yang lainnya...
"Kalau lah sempat" dahulu membeli sayur dan melebihkan uang pada nenek tua yang selalu datang......
"Kalau lah sempat" memberikan sandal untuk disumbangkan ke tempat ibadah agar dipakai oleh orang yang memerlukan.....
"Kalau lah sempat" membelikan buah buat tetangga, kenalan, kerabat, dan handai taulan...
Kalau lah kita tidak kikir kepada sesama, mungkin itu semua akan menjadi "Amal Penolong" nya ...
Kalaulah dahulu anak disiapkan menjadi 'Orang yang shaleh', dan 'Ilmu Agama' nya lebih diutamakan
Ibadah sedekahnya di bimbing/diajarkan & diperhatikan, maka mungkin senantiasa akan 'Terbangun Malam', 'meneteskan air mata' mendoakan orang tuanya.
Kalaulah sempat membagi ilmu dengan ikhlas pada orang sehingga bermanfaat bagi sesama...
"KALAULAH SEMPAT"
Mengapa kalau sempat ?
Mengapa itu semua tidak jadi perhatian utama kita ? Sungguh kita tidak adil pada diri sendiri. Kenapa kita tidak lebih serius?
Menyiapkan 'bekal' untuk menghadap-Nya dan 'Mempertanggung Jawabkan kepadaNya?
Jangan terbuai dengan 'Kehidupan Dunia' yang bisa melalaikan.....
Kita boleh saja giat berusaha di dunia....tapi jadikan itu untuk bekal kita pada perjalanan panjang & kekal di akhir hidup kita.
( bagi yang menyebarkan catatan ini semoga menjadi sodaqoh ilmu & ladang amal Shaleh)_
Teruslah menjadi "si penabur kebajikan" selama hayat masih dikandung badan meski hanya sepotong pesan.
Semoga Bermanfaat...🙏
Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie
Loh loh...ini udah bener sih silsilahnya..soalnya saya salah satu cucu buyut dari eyang Tjitrowardojo dari anak beliau bernama R. Hasan Soemaly Tjitrowardojo....tapi kok bahasan lainnya jadi politik 🙈🙈🙈🙈
ReplyDelete